KARAWANG, TAKtik – Surat kekecewaan legislator Karawang terhadap beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dilayangkan Ketua DPRD Toto Suripto kepada Bupati Cellica Nurrachadiana, ternyata diakui beragam oleh kalangan pimpinan dan anggota legislatif sendiri.
Misalnya Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Golkar, Sri Rahayu Agustina, mengaku tidak tahu seperti apa isi surat tersebut. “Saya tidak tahu kang. Makanya jangan tanya hal ini ke saya. No coment. Saya sekarang sudah malas membicarakan orang lain. Heurin ku letah lah (terlalu serba salah),” ucapnya sambil mengajak TAKtik mengalihkan pembicaraan ke tema lain kala disambangi ke ruang dinasnya di gedung DPRD Karawang, Senin siang (17/7/2017).
Jawaban agak terbuka dikemukakan Ketua Fraksi PKB, H. Acep Suyatna. Diakuinya, sebagai anggota di lembaga legislatif dirinya bersama rekan-rekan se-fraksinya tidak pernah merasa ikut menandatangani surat yang diklaim atas nama seluruh pimpinan dan anggota DPRD Karawang untuk meminta mencopot kepala Dinas Pekerjasm Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Acep Jamhuri atau kepala SKPD lainnya.
“Isi suratnya saja kami tidak pernah tahu. Mungkin itu hanya unsur pimpinan. Jadi kalau dikatakan atas nama seluruh anggota DPRD, ya masa kami tidak turut membubuhkan tanda tangan atau paraf? Minimal tahu isi (surat) seperti apa. Kami sih di Fraksi PKB tidak terlalu menanggapi serius. Biasa saja. Tapi kalau memang kinerja eksekutif ada yang perlu dikritisi, hemat kami, masih banyak cara bisa ditempuh tanpa perlu mengundang tanda tanya,” ujar Acep.
Sedangkan menurut Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Gerindra, Ajang Supandi, bahwa surat reaksi lembaganya yang minta kinerja SKPD di lingkungan Pemkab Karawang dievaluasi ulang oleh bupati, benar adanya. Hanya ia membantah jika di dalam surat tersebut yang diketahuinya, berisi permintaan pencopotan salah satu kepala SKPD. Bahkan Ajang menyebut, surat seperti itu atas permintaan bupati sendiri.
“Surat itu cuma mengingatkan bupati. Isinya agar SKPD yang kinerjanya lamban minta dievaluasi ulang keberadaan kepala dinasnya. Ini kan sikap normatif kami sebagai wakil rakyat. Berkewajiban memberikan kontrol terhadap ekselutif. Apalagi yang minta berupa surat kan bupati. Tidak ada yang arahnya ke SKPD tertentu. Soal dibawa ke penggunaan hak interpelasi, saya kira kami belum berpikir sampai kesana. Terpenting, eksekutif segera membelanjakan anggaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti perbaikan jalan. Jangan terus ditunda tanpa alasan jelas. Kami juga malu dengan masyarakat konstituen yang sudah diberikan janji melalui jaring aspirasi,” beber Ajang. (tik)