KARAWANG, TAKtik – Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdik Pora) Karawang tidak sepakat dengan apa yang menjadi alasan penolakan sekolah lima hari oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU).
Dinas ini punya alasan, bahwa kebijakan yang dikeluarkan Mendikbud tersebut tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA) sebagaimana amanat perda yang berlaku bagi kaum muslim di Kabupaten Karawang.
“Sekolah lima hari tidak berlaku di tingkat SD yang nota bene murid-murid beragama Islam wajib ikut DTA pada sore harinya atau seusai pulang sekolah. Kalaupun ada SD swasta yang memberlakukan sekolah lima hari, itu di luar kebijakan pemerintah. Tapi setahu kami, pendidikan karakter dan agamanya sudah masuk dalam kurikulum sekolah,” jelas Kepala Disdik Pora, Dadan Sugardan.
Namun demikian, Dadan akui, pihaknya akan menghimbau para kepala SMP dan mengajak serta SMA maupun SMK Negeri di Karawang untuk membangun kerjasama dengan ormas-ormas Islam yang diakui pemerintah, terutama NU dan Muhammadiyah, agar seluruh siswa-siswi muslimnya diberikan tambahan pemahaman keagamaannya dalam kegiatan pengajian sebagai bagian dari ektrakurikuler.
“Pendidikan karakter bukan hanya tugas sekolah, tapi juga menjadi tanggungjawab orang tua, masyarakat, dan lingkungan. Oleh karenanya, mesti ada kerjasama dari semua elemen. Sehingga generasi penerus bangsa ini bisa terbentuk karakter baiknya,” tandas Dadan.
Diberitakan selama ini, bahwa PCNU Karawang tergolong getol menemui beberapa kalangan, mulai dari DPRD, Disdik Pora, hingga Kantor Kementerian Agama (Kemenag). Ormas yang diketuai Ahmad Rukhyat Hasby atau biasa akrab disapa Uyan di daerah ini membawa misi menolak dikeluarkannya Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 yang mengatur pelaksanaan sekolah lima hari.
Alasan penolakan PCNU, kebijakan tersebut tidak berdasarkan kajian yang komprehensif. “Hanya berawal dari usulan Menteri Pariwisata kepada Presiden agar partisipasi anak sekolah ke obyek-obyek wisata lebih banyak. Jika sekolah lima hari dengan masa liburnya dua hari, kami khawatir kenakalan remaja semakin tinggi. Sebab dua hari libur membuat banyak anak tidak punya kegiatan selain main. Kondisi ini bisa jadi pergaulan bebas di kalangan mereka makin terbuka,” papar Uyan. (tim/tik)