CATATAN TAKtik – Tidak ada logika manapun yang bisa membenarkan jika betul seorang ibu tega menganiaya anak kandungnya sendiri. Tapi kenyataan kekinian, sudah banyak kasus yang muncul dengan menyeret sang ibu kandung menjadi tersangka karena dugaan tindakannya di luar nalar sehat.
Kasus paling hangat terjadi di Karawang. Seorang balita bernama Calista harus terkapar tak sadarkan diri selama 15 hari di ruang PICU RSUD. Balita baru berusia 1,5 tahun ini pun akhirnya menghembuskan napas terakhirnya, Minggu pagi (25/3/2018), sekitar pukul 09.55 wib. Ironisnya, masa singkat hidup Calista di muka bumi ini diduga dianiaya oleh ibu yang mengandung dan melahirkannya.
“Kondisi Calista terus menurun, sampai akhirnya denyut jantungnya berhenti berdetak,” demikian keterangan Humas RSUD Karawang, Rohimin, menggambarkan kondisi Calista saat pergi untuk selama-lamanya. Dan selama dalam penanganan medis, Calista tidak bisa lepas dari alat bantu pernapasan. Dengan kemampuan napas 30 kali per menit, menurut keterangan dokter anak yang menangani Calista selama di RSUD, Nia Kania Sari, untuk ukuran anak seumur itu napasnya tergolong rendah.
Calista dinyatakan oleh tim dokter rumah sakit tersebut, mengalami encephalitis atau peradangan otak hingga infeksi. Ini diakibatkan oleh benturan keras di kepalanya. Dari hasil penyidikan Polres Karawang, Calista seringkali mengalami penganiayaan selama dua bulan terakhir. Puncaknya, diakui tersangka kepada penyidik, kepala sang bocah ini dibenturkannya ke dinding hingga memantul menabrak rak piring.
Calista, kini telah berpulang ke syurgaNya. Rasa sakit yang sempat engkau derita menjelang ajal, semua berakhir senyum di pangkuan para malaikat yang menyambutmu di alam kubur sebagai calon penghuni syurga tanpa hisab. “Mungkin itu jalan terbaik yang digariskan Allah SWT bagi bayi malang tersebut,” ungkap Kapolres Hendy F. Kurniawan, saat dihubungi para awak media tak lama setelah Calista dinyatakan meninggal dunia.
Sesungguhnya, setiap anak punya hak tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Mereka berhak pula mendapat perlindungan dari tindak kekerasan, penelantaran, tindak kekejaman fisik, maupun diskriminasi. Kita sebagai orang tua atau siapapun itu, tidak memiliki hak memperlakukan buah hati dengan tindakan yang bisa menyakitinya.
“Mengasuh anak perlu persiapan fisik, mental, dan emosi yang baik dari kedua orangtua, keluarga, masyarakat, serta lingkungan. Karena anak adalah titipan Allah SWT,” kata seorang pendidik anak usia dini di Karawang, Siti Rahmah. (*/tik)