KARAWANG, TAKtik – Roadshow politik Letjen (Purn) Prabowo Subianto ke daerah, terutama Jawa Barat, yang dimulai dari Karawang hingga dua tempat disinggahi. Yakni, Telukjambe Timur (27/3/2018), dan Cikampek (31/3/2018), selain disebut-sebut sebagai lawatan politis menuju panggung Pilpres 2019, Ketua Umum Partai Gerindra ini turut langsung ‘memasarkan’ Mayjen (Purn) Sudrajat, sang jagoannya di Pilgub Jabar 2018.
Prabowo sempat memuji pensiunan tentara itu yang sempat bertugas di dunia diplomatik, mulai jadi Atase Pertahanan KBRI London tahun 1994-1997 hingga di Washington Amerika Serikat (1997-1998), dan Dibes RI untuk China (2005-2009), sebagai sosok yang disebutnya layak memimpin Jawa Barat. Bahkan Prabowo sempat mengatakan, Sudrajat akan dijadikan menteri di kabinet pemerintahannya jika pada Pilpres 2014 lalu tidak kalah oleh Joko Widodo.
“Dia (Sudrajat) adalah satu-satunya tentara kita yang lulus dengan nilai baik di Kennedy School of Goverment, Harvard University di Amerika Serikat pada tahun 1993. Maka itu, tadinya saya mau jadikan menteri,” kata Prabowo memuji seniornya itu saat bertemu dengan kalangan pengusaha di Karawang. Dan sebagai bakal calon Presiden RI yang telah siap diusung parpolnya, Prabowo yakin, suara Jawa Barat tetap bisa dipertahankannya pada Pilpres 2019 mendatang.
Menghadapi peta politik jelang Pilpres tersebut, mantan komandan Kopassus ini kembali mengkritisi, bahwa Indonesia seharusnya sudah kaya raya, tidak ada kesenjangan ekonomi yang terlalu jauh di antara rakyatnya. Prabowo berpendapat, ini karena para elit politik nasional secara sistemik mengabaikan Pasal 33 UUD 1945. Melakukan pembiaran terhadap praktek konglomerasi yang hidup subur di negeri ini hingga rakyat hidup dalam kesusahan.
Prabowo juga tidak memungkiri saat dirinya menjadi bagian dari rezim orde baru sempat tertarik pada faham neo liberalisme. Diakuinya, di masa itu pemerintah menggunakan pendekatan trickle down effect atau teori menetes ke bawah yang diperkenalkan Albert Otto Hirschman, pencetus faham ini. “Tapi saya lihat ternyata faham itu bohong. Kesejahteraan tetap nggak netes-netes ke bawah,” akunya. (tim/tik)