KARAWANG, TAKtik – Bukan hanya persoalan kepala sekolah yang kini menuai polemik, rencana Disdik Pora Karawang pun untuk meng-SK-kan guru honorer SD dan SMP Negeri bisa jadi terkendala.
Ditegaskan Kepala Badan Kepegawaian dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Asep Aang Rahmatullah, kendala itu karena larangan bagi Pemerintah Daerah mengangkat pegawai non PNS masih diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi PNS.
“Tadinya Disdik Pora mau menyerahkan secara simbolis SK buat guru tenaga honorer tersebut pada Rabu ini (25/4/2018). Namun Ibu Bupati tidak bersedia. Katanya, diundur dengan memanfaatkan momentum Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) tanggal 2 Mei mendatang. Tapi saya yakin, Ibu Bupati tetap tidak bakal mau. Alasannya sudah jelas, tetap ada larangan Pemerintah Daerah untuk mengangkat tenaga honorer. Ini dari sisi aturannya. Bukan pertimbangan lain,” kata Aang.
Hanya saja, saat hal ini hendak dikonfirmasi ke Bupati Cellica Nurrachadiana, orang nomor satu di Kabupaten Karawang ini, saat itu, sedang tidak berada di kantornya. TAKtik berupaya menghubungi ke ponselnya, dijawab oleh ajudannya bahwa beliau lagi sibuk kegiatan dinas luar tanpa dijelaskan di mana. Namun penjelasan lain diperoleh dari Sekretaris Disdik Pora, Nandang Mulyana. Menurutnya, larangan meng-SK-kan pegawai honorer seperti amanat PP 48/2005 hanya oleh kepala daerah.
“Kalau SK itu dikeluarkan kepala dinas, tidak masalah. Langkah ini diambil setelah mendapat lampu hijau dari Dirjen GTK (Guru dan Tenaga Kependidikan) Kemendikbud. Sudah lama banyak guru honorer di kita hanya berbekal SK kepala sekolah tempat mereka mengajar. Mengenai beban anggaran untuk pemberian honornya, sebenarnya selama tahun anggaran 2017 kemarin APBD telah menggelontorkan Rp 76 miliar melalui numenklatur PMMD (Peningkatan Mutu Manajemen Sekolah),” beber Nandang yang juga ketua PGRI Karawang.
Alasan lain, dia juga menyebutkan, dengan meng-SK-kan guru honorer oleh kepala Disdik Pora membuat Pemkab Karawang bisa mendeteksi jumlah ril guru sukwan atau honorer yang telah lama mengabdi di dunia pendidikan. “Kebijakan ini, PGRI di kita ikut mendorong. Harapannya, status mereka mendapat pengakuan dari pemkab. Data sementara yang kita ketahui, guru honorer yang masuk kategori II masih tersisa 1.474 orang. Sedangkan yang non kategori di atas 5.000 orang,” ungkapnya. (tik)