KARAWANG, TAKtik – Komitmen Pemkab Karawang untuk melindungi area pertanian teknis dipertanyakan petani. Karena ratusan hektar sawah di wilayah Kecamatan Telukjambe Barat yang tidak lagi bisa terairi akibat kerusakan sekunder dan tersier, tetap dibiarkan.
Penelusuran TAKtik bersama seorang penggiat lingkungan dari Pepeling, Ajay Wijaya, di pesawahan Desa Parungsari, dan sebagian di Desa Karangligar, Mekarmulya, serta Sukamakmur, Rabu (16/5/2018), membuktikan, petani setempat terpaksa harus merogoh kocek tambahan agar petakan sawahnya tetap bisa ditanami padi. Yaitu, mengambil air dengan menggunakan mesin penyedot di sungai kecil lain.
“Sejak beberapa tahun terakhir, saluran air sekunder maupun tersier di sini sudah kering kerontang. Karena airnya tidak sampai ke pesawahan di wilayah kami akibat pendangkalan dan turunnya permukaan tanah di wilayah Desa Karangligar. Makanya pintu airnya pun sama sekali tidak berfungsi lagi. Agar petani kami tetap bisa tanam, ya terpaksa mencari air dengan menggunakan mesin penyedot,” aku Kades Parungsari, Upay Supardi (Pardi).
Selain itu, hamparan petakan sawah di wilayah ini sudah banyak pula dijual pemiliknya. Catatan yang ada di kantor desa setempat, ada sekitar 200 hektar telah berpindah tangan ke orang yang diketahui Upay bukan petani. Ia mensinyalir, kepemilikan sawah seluas itu adalah dari kalangan spekulan. Karena selama proses jual beli terjadi, diiyakan Upay, di tengah maraknya jual beli sawah dalam beberapa bulan terakhir.
Dan maraknya pembeli membidik pesawahan serta sebagian di antaranya tanah darat hingga tanah warga di bantaran Sungai Cibeet, bersamaan bergulirnya isu bahwa ada 5 desa di wilayah Kecamatan Telukjambe Barat bakal berubah fungsi. Ini seiring rencana pembangunan bandara bertaraf internasional di Kecamatan Ciampel atau selatan Karawang, setelah proyek rel kereta api cepat Jakarta-Bandung hingga Tol Jakarta-Cikampek II tuntas.
Maret lalu, Bupati Cellica Nurrachadiana mengakui, dampak dari adanya proyek strategis nasional yang melintasi Karawang mengharuskan daerah ini melakukan penyesuaian RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Alasannya, agar ada sinkronisasi dengan program pemerintah pusat. Di sisi lain, Karawang sendiri tidak bisa lagi mencetak sawah baru bila yang ada sekarang tergusur. Kendati Pemerintah Pusat sendiri menargetkan penambahan perluasan tanam seluas 110 ribu hektar.
Sebelumnya, Kepala Bidang Tanaman Pangan pada Dinas Pertanian Karawang, Wawan Kusnandi, masih mengklaim keberadaan lahan pertanian di daerah lumbung padi Jawa Barat ini seluas 95.735 hektar. Dari area seluas itu hanya bisa menggunakan sistem Luas Tambah Tanam (LTT) di area pertanian seluas 3.000 hektar yang bisa menghasilkan 20.400 ton gabah kering panen (GKP) dengab rata-rata hasil panen 7 ton per hektar. (tik)