KARAWANG, TAKtik – Penerimaan kas daerah Karawang dari pajak BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), dinilai oleh Banggar DPRD setempat, rawan kebocoran. Pasalnya, hingga kini belum ada standar jelas mengenai penetapan batas atas maupun batas bawah nilai pengenaan pajaknya.
“Makanya saya bersama rekan-rekan di Banggar telah meminta eksekutif di Pemkab Karawang untuk segera merevisi Perbup (Peraturan Bupati) yang mengatur pengenaan pajak BPHTB tersebut. Karena selisih antara NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) dengan harga dari transaksi jual beli tanah masih cukup jauh. Kondisi inilah yang kita khawatirkan rentan terhadap “kompromi” pengenaan pajak BPHTB-nya,” kata anggota Banggar DPRD Karawang, Natala Sumedha, Rabu (9/1/2019).
Desakan untuk merevisi regulasi itu, diingat Natala, sempat pula digulirkan di Komisi II DPRD bersamaan rapat dengar pendapat dengan kalangan notaris di Karawang, beberapa waktu lalu. Keluhan di antara notaris, kutif dia, pengenaan tarif pembayaran pajak BPHTB dari hasil transaksi jual beli tanah lebih kearah angka kira-kira (perkiraan atau asumsi subyektif). Oleh karenanya, Natala merasa pesimis bila potensi pajak BPHTB mampu tergali secara optimal.
“Jangan sampai potensi PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari pajak BPHTB ini bocor akibat regulasi penetapan tarifnya memberikan peluang itu. Kalau sampai terjadi, yang rugi kan penerimaan kas daerah kita. Ini yang mesti kita kawal bersama-sama. Janji pihak Bapenda (Badan Pendapatan Daerah), katanya akhir Januari 2019 akan ada revisi Perbup-nya. Satu hal lagi, saya ingatkan Bapenda, terutama yang mengurusi sektor pajak daerah, tim survey di lapangan dari setiap transaksi jual beli tanah dilakukan dengan baik dan cepat,” wanti-wanti Natala.
Sebelumnya, Kepala Bapenda Asikin menjelaskan, bahwa realisasi penerimaan pajak daerah hingga akhir tahun anggaran 2018 atau minggu keempat Desember tahun kemarin tercapai Rp 807,7 miliar atau 87,69 persen dari target Rp 921,2 miliar. Secara persentase, diakuinya, mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Namun berdasarkan angka ada kenaikan. Yaitu, tahun 2017 terealisasi Rp 707 miliar, tahun 2018 Rp 807 miliar. Angka kenaikannya Rp 32 miliar.
“Kendalanya, waktu tidak cukup setelah kesepakatan kenaikan target PAD antara Banggar DPRD dengan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) pada APBD Perubahan 2018. Selain itu, ada beberapa sektor yang sulit untuk dijangkau. Salah satunya pajak BPHTB. Mungkin karena sekarang masuk tahun politik, sehingga banyak rencana transaksi jual beli tanah maupun bangunan ditunda,” urai Asikin. (tik)