KARAWANG, TAKtik – Pelaku ‘serangan fajar’ maupun penerima dari gerakan politik uang pada Pemilu 2019 bakal terkena jerat Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Sanksi pidananya, selain kurungan penjara paling lama 3 tahun, juga denda paling banyak Rp 36 juta.
Selain itu, tegas Divisi Hukum, Data dan Informasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Karawang, Suryana Hadiwijaya, jika memengaruhi pemilih dengan politik uang atau sekadar menjanjikannya secara langsung maupun tidak langsung di masa tenang, ancamannya pun sama berupa pidana penjara.
“Ancaman pidana penjara bagi pelaku politik uang di masa tenang lebih berat. Yaitu, paling lama 4 tahun berikut denda Rp 48 juta. Dan caleg atau peserta Pemilu 2019 bersangkutan, terancam terdegradasi (dibatalkan bila terpilih). Kami tegas akan melakukan tindakan ini,” tandas Suryana di sekretariat Bawaslu Karawang, Selasa sore (19/2/2019).
Oleh karenanya, ia mengajak masyarakat untuk turut membantu Bawaslu dalam melakukan pengawasan di lapangan. Terpenting dari itu, bersedia melaporkan setiap pelanggaran kampanye, terutama bila terjadi gerakan politik uang yang telah dinyatakannya sebagai kejahatan luar biasa.
Diharapkannya pula, keberadaan Pengawas TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang saat ini masih dalam proses rekrutmen, mampu mengeliminir segala bentuk pelanggaran Pemilu 2019 hingga tingkat terbawah. Hal lain yang diingatkan Suryana, kepala desa maupun perangkat desanya agar tidak turut memengaruhi warganya yang memiliki hak pilih untuk memilih caleg atau pasangan capres/cawapres tertentu.
“Kalau ada yang menemukan kecenderungan kades dan perangkat desanya tidak netral dengan mengarahkan buat memilih peserta Pemilu 2019 tertentu, silahkan laporkan ke Bawaslu. Larangan keras ini juga berlaku bagi PNS. Ini kami perlu pertegas demi terselenggaranya Pemilu 2019 yang bersih dan bermartabat sebagaimana aturan main yang telah diatur oleh perundang-undangan yang berlaku,” seru Suryana. (tik)