KARAWANG, TAKtik – Kalangan buruh dari Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) berencana akan turun menggelar aksi unjuk rasa di Jakarta maupun beberapa daerah lainnya di Indonesia pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, 1 Mei 2019.
Tuntutan mereka, seperti dikemukakan Presiden PPMI Daeng Wahidin, meminta pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dan Permenaker Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum. Menurutnya, kedua aturan itu mempersulit proses kenaikan upah.
“Terutama Permenaker 15/2018, ini menghilangkan kewenangan Pemkab atau Pemkot dan Pemprov dalam hal rekomendasi upah sektoral. Sejak adanya aturan ini masih banyak rekan-rekan buruh di daerah belum dapat menikmati (kenaikan) upah tahun 2019. Di sisi lain, kebutuhan hidup makin berat di tengah merangkaknya harga kebutuhan pokok, termasuk sekarang jelang Ramadhan, serta bisa jadi nanti menghadapi lebaran,” ujar Daeng kepada TAKtik, Senin sore (29/4/2019).
Pada momentum May Day 2019, Daeng tegaskan, pihaknya turut menyampaikan keprihatinannya kepada rekan-rekan lain yang hingga kini masih kesulitan mendapatkan pekerjaan. Oleh karenanya, Daeng berharap, pemerintah meninjau ulang PP Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
“Aspirasi lainnya di Hari Buruh Internasional ini adalah rasa prihatin kami terhadap kondisi Pekerja Migran Indonesia (PMI), khususnya yang di Malaysia dan Arab Saudi. Mereka yang legal maupun yang ilegal belum merasakan perlindungan jaminan hari tua, jaminan keselamatan kerja, hingga jaminan kesehatan. Banyak dari mereka yang jadi PMI ilegal karena terpaksa oleh keadaan, baik ekonomi maupun kesulitan mendapatkan akses di birokrasi hingga peluang ini dimanfaatkan kalangan calo untuk bermain,” tandas Daeng. (tik)