KARAWANG, TAKtik – Area pertanian yang masih luas di Karawang membuat pihak dari Green Building Perancis berencana memproduksi biopelet di daerah ini. Karena bahan baku untuk membuat jenis bahan bakar padat berbasis limbah biomassa yang memiliki ukuran lebih kecil dari briket itu di antaranya jerami.
Menurut Sekda Acep Jamhuri, yang ditawarkan pihak Green Building Perancis terhadap Karawang dalam mengolah jerami menjadi biopelet adalah memanfaatkan potensi-potensi yang ada di desa. Yaitu dengan menggandeng petani setempat maupun melibatkan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Mereka juga diberikan transfer ilmu dan teknologinya.
“Keuntungan dari hasil produksi biopelet yang dijual ke kalangan industri, itu dibagi. Perjanjian pihak Green Building untuk tranfer pengetahuan dan teknologinya selama dua tahun. Pilot project produksi sekaligus pemberdayaan masyarakat petaninya lima tahun dari tujuh tahun yang direncanakan di Karawang. Mesin produksi biopelet berbahan baku jerami ini portable dan ramah lingkungan,” ungkap Acep usai menerima perwakilan Green Building Perancis di ruang rapat dinasnya, Jum’at pagi (23/8/2019).
Untuk pertama kali uji coba, jelas Matthieu Caille dari Green Building, pihaknya memilih area pertanian di wilayah Kecamatan Kutawaluya. Melalui Dinas Pertanian Karawang, sebutnya, telah disiapkan 1000 hektar. “Selama ini sekam atau jerami lebih banyak dibuang. Makanya kami mau manfaatkan menjadi BBS (Bahan Bakar Sampah) yang bisa digunakan industri semacam pengganti batubara,” ujarnya dengan bahasa Indonesia yang terbilang lancar.
Yang sempat diperkenalkan oleh peneliti Surfactant & Bioenergy Research Center Institut Pertanian Bogor Sri Windarwati, bahwa bahan baku biopelet selain dari sekam padi atau jerami, bisa pula dari bungkil sawit, batang ubi kayu, tongkol jagung, tempurung kelapa, kulit kacang, hingga kulit kopi. Dan biopelet pertama kali diproduksi di Swedia. Biopelet ini merupakan jenis bahan bakar padat berbasis limbah sebagai alternatif energi pemanfaatan biomassa. (tik)