KARAWANG, TAKtik – Tingginya angka defisit yang muncul saat pengesahan KUA-PPAS (Kebijakan Umum APBD-Prioritas Plafon Anggaran Sementara) tahun 2024 di posisi Rp 774,1 milyar, membuat pihak dari Badan Anggaran (Banggar) DPRD Karawang akan mengoreksi usulan kebutuhan belanja para OPD (Organisasi Perangkat Daerah) di pembahasan RAPBD mendatang.
“Usulan belanja dinas-dinas itu pasti bakal kita koreksi. Karena sampai finalisasi KUA-PPAS 2024, kita masih banyak menemukan usulannya itu lebih ke arah belanja pegawai ini-itu. Mereka (kalangan OPD) berdalih untuk program RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Tapi isi di bawahnya kebanyakan belanja (pegawai) juga,” ungkap anggota Banggar, Natala Sumedha.
Satu hal, kenapa pihak eksekutif itu lebih fokus mengusulkan anggaran belanja dibanding memperhatikan anggaran pendapatan? Padahal, diakui oleh Sekretaris Bapenda (Badan Pendapatan Daerah), Sahali, sulit mencapai nol defisit tatkala usulan belanja tidak selaras dengan kondisi ril kas daerah yang ada maupun angka yang diproyeksikan.
“Justru itu, kita juga gak ngerti kenapa masih ada OPD yang mengusulkan belanja di dinasnya tetap tinggi. Sedangkan kemampuan di antara mereka dalam membelanjakan anggaran yang dititipkannya jeblok, banyak tidak terserap. Ironisnya, malah di belanja pembangunan yang ditunggu masyarakat,” timpal Natala.
Alhasil, sambung Natala, anggaran yang tidak terserap tersebut masuk ke SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran). Logikanya, sentil Natala, anggaran yang masuk SiLPA itu seharusnya hasil efisiensi dari pagu belanja yang dianggarkan.
Apabila kondisi ini terus dibiarkan, tanpa evaluasi dari TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah), Natala yakin, SiLPA tak rasional itu bakal muncul kembali di pembahasan anggaran perubahan 2024.
“Coba saja lihat nanti. Hitung-hitungan saya, SiLPA tahun depan sekitar Rp 400-an milyar. Dari data kami di Banggar, itu ada OPD yang dua tahun terakhir capaian penyerapan belanja-nya tidak maksimal. Jadi, buat apa dikasih uang besar bila tidak punya kemampuan merealisasikannya sesuai amanat APBD,” tandas Natala.
Selain itu, Natala mengutif kesepakatannya di Banggar DPRD bahwa semangat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran wajib dilakukan Pemkab Karawang. Termasuk untuk optimalisasi anggaran pendapatan, disebutkannya, sektor pajak daerah harus ditingkatkan.
“Bila para OPD ngotot usulan anggaran belanjanya besar-besar, berarti retribusi pun mesti digenjot. Di tengah ketentuan baru dengan hilangnya item pajak daerah dan retribusi, salah satu solusinya pihak Bapenda harus mampu menggali piutang pajak, terutama dari PBB (Pajak Bumi dan Bangunan),” urai Natala lagi.
Terkait piutang pajak daerah, dikatakan oleh Kepala Bapenda Asep Aang Rahmatullah, masih di atas Rp 800 milyar. Piutang ini terdapat pada wajib pajak PBB. Problemnya hingga kini belum tertagih karena di lapangan banyak double aslah (data kepemilikan ganda dari objek pajak). Permasalahan ini, Aang menyebut, sejak pengalihan kewenangan dari Kantor Pajak Pratama ke Bapenda. (tik)