KARAWANG, TAKtik – Bukan hanya pejabat eselon II yang kekurangan akibat belum dibukanya lagi open bidding hingga masih banyak rangkap jabatan di lingkungan Pemkab Karawang. Di dunia pendidikan pun terdapat kekosongan jabatan kepala sekolah, penilik dan pengawas.
Seperti terungkap dalam rekomendasi Badan Anggaran (Banggar) DPRD Karawang yang sempat dibacakan Indriyani di ruang rapat paripurna penandatanganan nota kesepakatan antara bupati dengan para wakil rakyat di daerah ini, Jum’at lalu (18/8/2023), dinyatakan bahwa semua kekosongan jabatan itu harus segera diisi.
Pembiaran ini, dinilai para wakil rakyat, berefek kepada pelayanan. Bahkan penyerapan anggaran pun, terutama anggaran belanja pembangunan, seperti diungkap anggota Banggar DPRD Natala Sumedha, dalam dua tahun terakhir kedodoran.
Alhasil, kata Natala lagi, SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) selalu muncul bukan dari hasil efisiensi, namun karena anggaran yang sudah dialokasikan banyak tidak terserap.
Lantas, menjelang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 dan memasuki tahun anggaran 2024 dengan banyak catatan dari Banggar DPRD, sanggupkah bupati pengganti Cellica yang sebentar lagi akan menanggalkan jabatannya membuat akselerasi kebijakan positif dalam menjawab tantangan ini? Sementara waktu menjabat sebagai bupati hanya punya sisa waktu lebih kurang satu tahun.
Tantangan cukup berat bagi pelaksana tugas (Plt) Bupati Karawang adalah memutar otak untuk mensinkronisasi antara kebutuhan anggaran belanja dengan ketersediaan anggaran pendapatan sampai zero defisit di APBD 2024.
Karena sampai pada paripurna kesepakatan KUA-PPAS (Kebijakan Umum APBD-Prioritas Plafon Anggaran) 2024 muncul angka defisit Rp 774,1 milyar. Di mana angka defisit ini di level KUA-PPAS harusnya ada di batas toleransi terendah, yakni Rp 0,5 milyar.
Sedangkan sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari pajak daerah dan retribusi mulai banyak dipangkas, bahkan ada yang tidak bisa dipungut lagi. Sementara, payung hukum berupa Perda (Peraturan Daerah) sebagai legitimasi pungutan terhadap sumber-sumber PAD tersebut, hingga saat ini belum tuntas digarap DPRD.
Padahal, tidak sedikit pekerjaan rumah (PR) Pemkab Karawang yang sedang menunggu action orang nomor satu di kabupaten ini. Di antaranya, di sektor pendidikan butuh RKB (Ruang Kelas Baru) bagi sekolah yang ambruk, termasuk merehab sekolah yang rusak parah. Belum lagi tuntutan peningkatan kesejahteraan guru honorer sebagaimana rekomendasi Banggar DPRD.
Di sektor ekonomi, DPRD juga mewajibkan Pemkab Karawang memberikan perlindungan terhadap para petani dan nelayan dengan segala infrastruktur pendukungnya. Begitu pula di tengah maraknya minimarket di setiap pelosok, pemkab diminta menata kembali perijinan seperti diamanatkan Perda Nomor 20 Tahun 2016. Ini untuk melindungi para pelaku usaha kecil atau UMKM.
Selain persoalan klasik tentang pengangguran, pemkab juga diingatkan DPRD di bidang kesehatan. Setidaknya, mulai tahun 2024 harus bisa mengejar target UHC (Universal Health Coverage) untuk mengcover kebutuhan warga Karawang dalam pelayanan kesehatan.
Sedangkan kebutuhan dana untuk mengejar UHC, Sekretaris Komisi IV DPRD Karawang, Atta Subagja Dinata, sempat menghitung sekitar Rp 120 milyar. Kendati beban ini bisa sharing (berbagi) dengan APBD Provinsi Jawa Barat. “Dari kita 60 persen, dari provinsi 40 persen,” ujarnya. (*/tik)