CATATAN TAKtik – Saat malam tak bisa memejamkan mata untuk tidur pulas di tempat pengungsian. Bahkan tidak sedikit yang terjaga sepanjang malam di jalan tergenang air beratapkan langit yang meneteskan gerimis dengan suhu udara lembab.
Pagi buta menjelang subuh dalam keadaan masih gelap di tengah listrik padam, terlihat rumah yang terendam banjir hanya terlihat dari pantulan cahaya air yang terseok oleh langkah kaki penghuninya. Mereka hanya sekadar ingin melihat setinggi apa genangan banjir menyelimuti tempat tinggalnya.
Tanpa menghiraukan pakaian yang dikenakan basah kuyup dan menggigilnya tubuh yang terkurung air keruh bercampur lumpur dan berbagai jenis kotoran hingga sebatas leher orang dewasa, bahkan lebih, mereka tetap arungi demi menjaga si kampung halaman yang mereka juluki ‘Lembur Gumbal-gembol Tanpa Solusi”.
Bukan hanya itu, risiko mengarungi genangan banjir yang menenggelamkan rumah mereka sampai atap, adalah adanya ancaman bahaya yang mengintai. Dari mulai terjerembab pagar bambu yang berpaku, ular berbisa pun kadang mereka temui.
Itulah sekelumit fakta kondisi bagaimana nasib warga Dusun Pangasinan dan Dusun Kampek di wilayah Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang yang setiap musim penghujan selalu dikepung banjir sejak tahun 2007.
Walau sempat dikunjungi Bupati, Gubernur, Menteri, tanpa terkecuali anggota DPRD sampai DPR RI hingga Wakil Presiden Ma’ruf Amin, ribuan warga terdampak banjir rutin tahunan ini hingga kini belum mendapatkan jawaban pasti, kapan bencana yang mereka alami bisa diakhiri?
Suara mereka meminta tolong ke berbagai pemilik kebijakan di negeri ini, seringkali nyaris seperti lolongan suara hewan malam di tengah hutan. Kalau pun ada yang datang menghampiri, baru sebatas makanan terbatas untuk mengisi perut lapar. Padahal, mereka butuh hidup nyaman dan aman dari terjangan bencana rutin. (*)