KARAWANG, TAKtik – Ada lima aspek yang harus diperhatikan pemerintah dalam menangani banjir rutin tahunan di wilayah Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang.
Menurut Pakar Komunikasi Lingkungan dari Universitas Singaperbangsa (Unsika), Eka Yusup, aspek pertama adalah integritas. Sejak Karangligar dilanda banjir tahun 2007, sejak itu pula belum ada Bupati Karawang yang mampu menyelesaikan bencana ini.
“Ini sangat memprihatinkan. Masyarakat di Karangligar dan sekitarnya selalu menjadi korban bencana alam setiap tahun akibat dari ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan tersebut,” papar Eka dalam rilisnya yang diterima redaksi TAKtik, Jum’at (5/1/2024).
Aspek kedua, tulis Eka, mengenai antisipasi bencana. Pemkab Karawang dinilainya masih lemah dalam mitigasi bencana. Padahal Karangligar sudah jadi langganan banjir, bahkan kini sangat rentan tergenang luapan air Sungai Cibeet.
“Idealnya pemerintah daerah harus tanggap dalam memahami akar persoalan, dan mampu menyelesaikan persoalan terbut. Karena pada dasarnya banjir sering berulang. Mengacu dari pengalaman yang sama bahkan di tempat yang sama, seharusnya pemerintah lebih mudah memitigasi bencana banjir tersebut,” saran Eka mengingatkan.
Ketiga, aspek sosial. Masyarakat Karangligar yang sangat dinamis, sebut Eka, tentu mengharapkan tatanan sosial yang stabil, aman, tentram, nyaman, tidak terganggu lagi dengan persoalan-persoalan banjir yang kerap mengganggu aktivitas sosial, melumpuhkan kegiatan ekonomi, infrastruktur dan lain-lain.
“Dari sisi aspek histori, secara kebudayaan masyarakat Karangligar adalah masyarakat yang sangat menjaga betul norma dan tradisi kebudayaan masyarakat, adat istiadat yang kuat, bahkan jalinan kekeluargaan yang sangat kuat,” urai Eka.
Tradisi dan keturunan masyarakatnya, dipastikannya akan merasa bahagia apabila tetap bisa mempertahankan hidup di tanah kelahirannya bersama keluarga, sanak saudara yang satu keturunan.
“Karena itu, bila ada wacana relokasi ke luar dari Karangligar saya kira masyarakat di sini bakal menolak rencana tersebut. Apalagi wacana relokasi di tengah pemerintah sendiri belum melakukan upaya dalam menanggulangi banjir. Ini bisa jadi pemerintah tidak menghargai nilai-nilai histori warganya sendiri,” wanti-wanti Eka.
Sedangkan aspek kelima yang Eka sebut adalah aspek politis, di tengah situasi tahun politik 2024 disarankan kepada para caleg, tim sukses atau relawan pasangan capres-cawapres, bahkan kalangan peminat nyalon bupati di Pilkada 2024 tidak lantas berani obral janji manis bakal mampy menyelesaikan banjir Karangligar.
“Harus dilihat dalam 10 atau 15 tahun terakhir, janji politik siapapun itu tidak berdampak signifikan terhadap bencana banjir yang terus terjadi di Karangligar. Bahkan janji gubernur sekalipun untuk meminimalisir korban terdampak banjir, pada kenyataannya hingga kini hanya sebatas janji yang diingat tanpa bukti,” tandas Eka. (rls/tik)