KARAWANG, TAKtik – Adanya sanksi pidana dan denda bagi pelaku politik uang sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sepertinya sulit untuk digubris.
“Hingga kini belum terdengar ada pelaku yang terjaring kasus ini. Sedangkan di lapangan seringkali terdengar kasak-kusuk ‘serangan fajar’ jelang hari pencoblosan,” ujar Saleh Effendi, mantan Asda I Setda Pemkab Karawang yang kini sudah pensiun dari ASN, Selasa sore (13/2/2024).
Tanpa menuding pihak manapun, Saleh atau nama panggilan akrabnya Pepen menyebut bahwa sejak memasuki masa tenang Pemilu 2024, dirinya sulit mencari amplop di minimarket maupun di warung-warung. Sementara di kalangan masyarakat mulai terdengar olehnya kasak-kusuk ‘uang cendol’ (istilah lain dari politik uang).
“Kalau saja setiap satu orang borong 1.000 pcs amplok, kebayang banyaknya amplok yang sekarang beredar, termasuk (bisa jadi) di wilayah Kabupaten Karawanng? Saya hanya berharap, Bawaslu serius terjun ke lapangan kalau memang mau membangun komitmen Pemilu 2024 tanpa tercederai politik uang,” kata Pepen.
Apalagi, sambungnya, di Kabupaten Karawang sendiri Bawaslu memiliki tim patroli pengawasan sebanyak 6.890 personil PTPS (Pengawas Tempat Pemungutan Suara) berikut 90 orang Panwascam yang tersebar di 30 kecamatan dengan dibantu aparat dari kepolisian.
“Masa sih dengan personil pengawasan sebanyak itu tidak jeli terhadap indikasi-indikasi pelanggaran? Jangan sampai sanksi seperti diatur Undang-undang Pemilu menjadi pasal tak bernyawa. Saya juga berharap, peserta Pemilu 2024 mampu membuktikan konsistensi disiplinnya terhadap perundang-undangan yang berlaku,” tandas Pepen.
Pakar Komunikasi dari Unsika Eka Yusup juga menyatakan, politik uang adalah salah satu indikasi dari adanya kecurangan politik dalam proses pemilihan. Menurutnya, ini kegiatan atau perilaku tidak terpuji. Tidak memberikan edukasi politik yang baik terhadap masyarakat.
“Kalau pun politik uang sudah jadi ‘budaya’ dengan alih-alih sulit dihilangkan, ini sesungguhnya akibat dari tidak adanya pihak yang berani memberikan pembelajaran atau pencerahan politik. Fenomena yang sangat patut kami sayangkan. Mencederai demokrasi,” sesal Eka.
Senada dengan Pepen, Eka pun berharap Bawaslu punya nyali untuk secara serius melakukan tindakan, minimal ada upaya prepentif atau pencegahan. Jangan sampai politik uang menjadi ukuran keterpilihan peserta pemilu. Pada Pemilu 2024 ketegasan itu harus dimulai,” seru Eka. (tik)