KARAWANG, TAKtik – Berbeda dengan petahana Aep Syaepuloh hanya cukup cuti saat berkampanye, bagi Acep Jamhuri yang berstatus ASN (Aparatur Sipil Negara) wajib mundur atau pensiun dini dari status kepegawaiannya tatkala memilih nyalon di pilkada.
Dan Acep Jamhuri alias Ajam ternyata lebih memilih maju di Pilkada Karawang 2024 dibanding tetap berkarir sebagai ASN yang kini menjabat sekda di daerah ini. Surat permohonan mundur yang diajukannya ke bupati sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian baru masuk ke staf bupati pada Selasa, 11 Juni 2024.
Pernyataan Ajam tentang permohonan mundurnya dari ASN sudah disampaikan sejak satu minggu lalu sempat menuai sorotan media karena pernyataannya itu dibantah oleh pihak BKPSDM yang hari itu (Senin, 10 Juni 2024) belum menerima surat permohonan mundur dari Ajam.
“Karena ini APS (Ajuan Permintaan Sendiri), ya permohonannya langsung ke bupati. Nanti dicek verifikasi berkasnya. Lalu, bupati membuat persetujuan teknis. Mengingat beliau (Ajam) ASN golongan IV/d, maka selanjutnya ke BKN (Badan Kepegawaian Negara). Pemutusnya adalah Presiden,” jelas Plh Kepala BKPSDM Karawang Gerry S. Samrodi.
Sesuai ketentuan yang diatur Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kata Komisioner KPU Karawang Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih Ikmal Maulana, syarat mundur bagi ASN yang mencalonkan diri atau dicalonkan oleh parpol atau gabungan parpol adalah pada saat yang bersangkutan ditetapkan oleh KPU sebagai calon.
Namun demikian, sambung Ikmal, saat daftar pun ke KPU harus melampirkan surat pengunduran diri dari ASN berikut surat tanda terima dari pihak atau instansi berwenang. Kalau tidak, Ikmal tegaskan, berkas persyaratan yang bersangkutan dinyatakan belum memenuhi syarat.
“Kita kan tidak bisa mengukur sampai berapa lama surat pemberhentiannya terbit, kecuali misalnya instansi berwenang memastikan bahwa surat pengunduran diri yang diajukan sebelum pendaftaran itu bisa terbit cepat. Ini kan bukan wilayah kami (KPU),” kata Ikmal.
Bila pun pada saat penetapan calon surat persetujuan itu masih belum keluar, Ikmal menyontohkan saat Pemilu 2024 kemarin, banyak ASN bahkan kepala daerah yang nyaleg. Akhirnya surat persetujuan dari instansi berwenang turun berdasarkan antrian sehingga ada keterlambatan.
“Itu kan ada persoalan teknis di instansi lain (bukan di KPU). Maka KPU menerbitkan Surat Edaran. Waktu itu ada toleransi, kalau tidak salah satu bulan. Di Pilkada Serentak 2024 memungkinkan terulang hal serupa. Karena Surat Edaran KPU bisa digunakan ke hal-hal yang sufatnya teknis,” tandas Ikmal.
Mengenai petahana, Ikmal perjelas, di Undang-Undang Pilkada itu sebetulnya bukan mengatur terkait cuti. Tapi larangan penggunaan fasilitas Negara dan kewenangannya sebagai kepala daerah selama berkampanye. “Semua fasilitas dan kewengannya harus lepas. Maka ada kata cuti. Prinsip dasarnya itu,” urainya. (tik)