KARAWANG, TAKtik – Ketika sampah domestik bercampur dengan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun), maka semua menjadi limbah B3.
Pernyataan itu kembali dikemukakan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Karawang Iwan Ridwan saat wawancara khusus TAKtik via ponsel dengan dirinya dan Sekda Asep Aang Rahmatullah, Sabtu malam (12/4/2025).
Topik yang dipertanyakan terkait proses penanganan administratif atas kasus ditemukannya limbah medis di tumpukan sampah domestik di Karangligar hingga turunnya Gakkum (Penegak Hukum) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) ke lokasi itu.
Iwan pertegas dugaannya bahwa 99,99 persen kesalahan dalam pengelolaan limbah medis hingga bercampur dengan sampah domestik ada di pihak rumah sakit-nya. “Kita (kami) bukan berarti membela pihak pengelola yang mengangkutnya,” ujarnya.
Namun demikian, Iwan sepakat akan meminta keterangan dari salah satu pihak pengelola (vendor) yang pernyataannya sempat beredar di medsos bahwa mereka sudah tidak lagi menangani apa yang selama ini MoU dengan pihak rumah sakit.
Dari pertanyaan TAKtik, jika betul ada pengalihan pengelolaan ke pihak lain lagi, adakah kesepakatannya di atas kertas (resmi) dan diketahui pihak rumah sakit? Sedangkan pengakuan Kepala Bagian Umum Keuangan Rumah Sakit Bayukarta Yudha Dwi Putra kepada TAKtik, kontrak dengan vendor pengelola sampah domestiknya habis tanggal 18 April 2025.
“Katanya dari pihak vendor itu akan datang ke kantor DLHK. Kita akan tanya hal itu. Selama ini kita kesulitan menghubungi mereka. Baik yang mengelola sampah domestiknya maupun limbah medisnya. Karena kontrak itu dengan perusahaan berbeda,” aku Iwan.
Saran sekda, DLHK segera ambil langkah jangka pendek selain untuk jangka panjang. Seperti sanksi administrasi, sambung Iwan, bisa sambil berjalan. Aturannya, pertama teguran tertulis, kedua paksaan pemerintah di antaranya clean up, ketiga denda, keempat pencabutan ijin sementara, dan kelima pembekuan.
Sedangkan izin operasional rumah sakit, sebut Iwan, verifikasi administrasi maupun teknis ada di Dinas Kesehatan (Dinkes) melalui OSS (Online Single Submission) atau sistem perizinan berusaha yang terintegrasi secara elektronik.
“Yang dari Gakkum Kemen LHK sudah turun ke lokasi ditemukannya limbah medis di Karangligar, kita berpersepsi bisa jadi diambil alih oleh Kementerian ini. Atau memang Kemen LHK mendampingi kita diproses seperti apa. Karena kejadian seperti ini DLHK tidak pernah lepas dari konsultasi ke Pemprov Jabar maupun Kemen LHK,” pungkas Iwan. (tik)