KARAWANG, TAKtik – Seharusnya tidak ada ruang bagi si pelaku kejahatan lingkungan lolos dari jeratan hukum. Karena sistem dari pidana PPLH (Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup) tidak mengenal restorative justice atau proses penyelesaian pidana di luar Pengadilan.
Hal itu dikemukakan praktisi hukum dari LBH Cakra Dadi Mulyadi dalam wawancara khusus dengan TAKtik, Senin malam, 21 April 2025, terkait proses hukum terhadap kasus temuan limbah medis alias limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) di wilayah Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat pada 9 April 2025 lalu.
“Kita juga belum tahu, apakah proses penyelidikan di Polres Karawang sudah ditingkatkan ke penyidikan atau belum atas kasus ini. Karena dalam perspektif umum bahwa kejahatan lingkungan itu sebenarnya pemerintah sudah sangat prioritas. Buktinya di PPLH Nomor 32 Tahun 2019 sudah sangat jelas ancamannya, sistem hukumnya,” kata Dadi.
Yang bertanggungjawab dari sisi penuntutan pidananya, jelas Dadi, bukan hanya orang yang membuangnya (limbah medis itu). Tapi ketika dilatarbelakangi oleh B to B (Bisnis ke Bisnis) kepada pihak ketiga, menurutnya, maka pihak perusahaan harus bertanggungjawab di hadapan hukum.
Perusahaan mana? “Bisa dua-duanya. Tinggal dari hasil penyelidikan apakah ada kelalaian, ada kesengajaan atau tidak di kedua belah pihak itu. Kelalaian pun tetap dianggap pidana. Di pidana ini kan mengenal dua sifat. Ada dolus (disengaja), ada culpa (lalai). Nanti kita lihat penyidik akan mengenakan pasal berapa,” urai Dadi.
Selain itu, sambung Dadi, pada kasus kejahatan lingkungan ada yang bisa diselesaikan di luar Pengadilan. Yakni, persoalan ganti rugi. Dadi menyebut misal limbah medis tersebut sudah mencemari lingkungan. Dalam mengungkap kasus ini, Dadi pertegas, selain sanksi pidana dan sanksi administratif terdapat pula sanksi perdata.
“Kalau perdata di dalam Undang-undangnya, aturan mainnya, masyarakat bisa menunjuk pihak ketiga untuk melakukan mediasi. Dan apabila deadlock dalam mediasi, itu baru bisa diselesaikan di Pengadilan,” beber Dadi lagi sambil menggarisbawahi bahwa yang menjadi subyek di Undang-Undang Lingkungan adalah lingkungan, bukan manusia.
Bahkan, tambah Dadi, dumpingnya juga harusnya kena (terjerat hukum) karena sudah membuang limbah ke area lingkungan yang tidak diizinkan oleh pemerintah pusat. Diketahuinya, kasus seperti ini di Karangligar bukan yang pertama di Karawang. Maka itu pihaknya sebagai bagian dari civil society, masyarakat yang paham terhadap persoalan hukum siap ikut mengawal proses ini.
“Masyarakat punya wewenang untuk melakukan kontrol. Saya mewakili LBH Cakra dan juga ada teman-teman aktivis lingkungan yang lain seharusnya ikut bersama-sama memantau sejauhmana proses penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan,” tandas Dadi. (tik)