KARAWANG, TAKtik – Pengadaan sepeda motor operasional desa di Kabupaten Karawang pada Maret 2025 lalu bakal berbuntut panjang? Sekjen LSM Kompak Reformasi Pancajihadi AL Panji mengaku telah melaporkannya ke Direktorat Kriminal Khusus Polda Jawa Barat.
Kendati pengadaan kendaraan roda dua tersebut dikabarkan dibeli oleh masing-masing kades (kepala desa) dari anggaran kas desa yang bersumber dari DBHPRD (Dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah), namun Panji punya alasan lain. Ia mencium ada dugaan “permainan” yang tak beres pada pengadaan kendaraan roda dua itu.
“Dalam pembelian sepeda motor operasional desa ini ada aroma tak sedap atau saya duga terindikasi bau korupsi. Saat itu sempat muncul polemik di media, tak lama setelahnya saya langsung buat laporan ke Polda Jabar,” ujar Panji via by phone kepada TAKtik, Senin malam (26/5/2025).
Menurutnya, DBHPRD adalah hak mutlak Pemerintah Desa yang menjadi bagian dari sumber pendapatan desa yang masuk dalam APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa).
Dengan demikian, Panji menyebut, untuk belanja dari APBDes merupakan otoritas setiap pemdes berdasarkan skala prioritas atas hasil kesepakatan dengan BPD (Badan Permusyawaratan Desa).
“Mau dibelanjakan apa saja APBDes itu ya terserah pemdes sesuai kebutuhan desa masing-masing sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2024 tentang Desa,” kata Panji.
Sambung dia, ketika pemdes di wilayah Kabupaten Karawang mendapatkan DBHPRD, tba-tiba ada semacam ‘kekuatan besar’ agar desa mewajibkan membeli kendaran sepeda motor merek tertentu atau Honda PCX.
Dari informasi yang diperoleh Panji dari beberapa orang sumber yang tidak disebutkan identitasnya bahwa pembelian sepeda motor itu diduga diarahkan ke dealer tertentu. Dari sinilah, ungkap Panji, salah satu di antara yang menggerakan dirinya membuat laporan ke Dirkrimsus Polda Jabar.
“Kami menduga ‘kekuatan besar’ ini punya power sehingga para kades dalam posisi sulit. Wajar bila ada kades menduga dalam pembelian sepeda motor operasional desa itu ada cash back yang dinikmati oknum tertentu,” beber Panji.
Panji berharap, APH (Aparat Penegak Hukum) di Polda Jabar segera membuka penyelidikan atas apa yang dilaporkannya melalui surat bernomor 21/LSMKR-LP/V/2025 tertanggal 2 Mei 2025.
“Kalau memang terbukti ada ‘kekuatan besar’ yang menikmati komisi, jelas ini termasuk Tipikor (Tindak Pidana Korupsi), penyalahgunaan wewenang yang berakibat pada kerugian Negara demi memperkaya diri,” urai Panji.
Kini, Panji mengapresiasi positif Polda Jabar yang telah merespon laporannya karena ia sudah dipanggil menghadap sebagai pelapor untuk dimintai keterangan. “Insya Allah secepatnya saya akan datang ke Mapolda,” pungkasnya tanpa menyebutkan waktunya. (tik)