KARAWANG, TAKtik – Kasus dugaan tindak pidana korupsi di tubuh PD. Petrogas Persada hingga GRB sang Pjs. Dirut-nya ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Karawang pada 18 Juni 2025, ini bisa jadi akibat salah atau tanpa urus dari pihak yang harusnya bertanggungjawab atas keberadaan BUMD ini.
Hal itu dinyatakan oleh Direktur Politic Social and Local Goverment Studies (Poslogis) Asep Toha. “Untuk memastikan siapa pihak yang paling bertanggungjawab atas kondisi ini, pertanyaannya, apakah pihak Pemkab Karawang melakukan evaluasi kinerja Petrogas Persada atau tidak? Evaluasi ini minimal dilakukan sekali dalam setahun,” ujarnya saat wawancara khusus dengan TAKtik, Senin siang (23/6/2025).
Sapaan akrabnya Asto ini pernah dilibatkan oleh Bupati Subang di era Ruhimat untuk turut memulihkan PT. Subang Energi Abadi (SEA) sebagai perusahaan plat merah milik Pemkab Subang yang bergerak dalam pengelolaan hilir migas. Maka ketika di Karawang muncul kasus hukum yang melibatkan petinggi PD. Petrogas Persada, Asto tergerak untuk berpendapat dan mempertanyakan hal ini.
“Kalau evaluasi kinerja terhadap Petrogas Persada dilakukan dengan benar, ini (kasus dugaan tipikor) sukit bisa terjadi. Karena yang dievaluasi mulai dari sistem keuangannya, business plan-nya, termasuk kinerja Dewas-nya (Dewan Pengawas). Apakah selama ini bupati membentuk Tim Evaluasi yang di dalamnya ada Sekda, Asda II, Kabag Ekonomi plus dari Independen?” tanya Asto.
Menurutnya, jika ada evaluasi kinerja tapi tidak ada perbaikan di tubuh Petrogas Persada, harusnya bupati sebagai owner memberikan teguran keras. Apalagi business plan (rencana bisnis) yang dibuat jajaran direksi di perusahaan daerah ini wajib diketahui dan atas persetujuan bupati.
“Bupati menugaskan Dewas maupun Komisaris untuk mengawasi bagaimana perjalanan perencanaan bisnis (RKAP atau Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan). setiap satu tahun. Makanya ada evaluasi. Yaitu alat untuk mengukur sejauhmana rencana kerja yang telah disusunnya direalisasikan atau tidak, targetnya tercapai atau tidak,” tanya Asto lagi.
Sebagai pembanding, sebut Asto, PT. SEA dari posisi koma di awal Ruhimat memimpin Subang hingga terakhir menjabat bupati di sana berhasil memberikan PAD sekitar Rp 15 milyar. Langkah perbaikan saat itu, menurutnya, diawali dengan memperbaiki sistem manajemen di tahun pertama, selanjutnya perbaikan sistem keuangan di tahun ke dua hingga akhirnya masuk tahun ke tiga mulai bergerak melakukan bisnis.
“Padahal potensi di Karawang luar biasa. Punya banyak kawasan industri, selain zona industri yang masih ada. Memanfaatkan di hilir dengan kerjasama Pertamina untuk menyalurkan gas sebagai bahan bakar ke industri-industri. Termasuk program pipanisasi gas ke setiap rumah tangga,” kata Asto.
Apa yang didapat Petrogas Persada di Karawang dari PI (Participating Interest), dinilai Asto, itu bukan prestasi tapi hanya mendapatkan hak dari Kementerian ESDM bagi setiap daerah yang memiliki sumber migas. PI ini pun, hemat Asto, seharusnya bukan untuk operasional seperti memenuhi kebutuhan gaji atau yang lainnya di luar modal usaha.
“Untuk membongkar kasus yang kini mencuat di tubuh Petrogas Persada harus komprehensif. Gak mungkin dilakukan hanya oleh pihak perusda seorang. Korupsi itu kan kolektif kolegial,” tandas Asto. (tik)