KARAWANG, TAKtik – Hasil rotasi/mutasi jilid pertama di era Aep-Maslani, akhir pekan kemarin, 21 Juni 2025, sesungguhnya lebih memprioritaskan percepatan pembangunan atau hanya mengutamakan pertimbangan politis?
Bila dilihat dari ‘tukar kursi’ pucuk pimpinan definitif dari 11 OPD yang sudah lama ‘terbiarkan’ kosong. Dari sini menyiratkan kesan lebih mengutamakan pemenuhan bahkan penyegaran kursi di Staf Ahli Bupati dibanding mendahulukan OPD yang dibutuhkan optimalisasi pelayanan publiknya.
Seperti halnya BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah). Di tengah bencana abrasi dan banjir masih mengintai rakyat Karawang justru dikosongkan kursi pelaksana definitifnya.
Begitu pun DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) yang melayani perizinan hingga mengelola data dan informasi terkait penanaman modal, turut pula ditanggalkan dan lebih memilih dirangkap oleh pelaksana tugas alias Plt.
Sama halnya Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) yang memberdayakan industri, terutama industri kecil dan menengah, berikut pengendalian harga barang kebutuhan pokok, juga diambil langkah yang sama.
Bahkan Diskominfo (Dinas Komunikasi dan Informatika) yang nota bene Humas Pemkab pun dipindah pejabat definitifnya tanpa ‘ditukar’ selain Plt. Termasuk Dishub (Dinas Perhubungan) yang di antara bidangnya di lalulintas hingga angkutan, turut ‘masuk’ ke pejabat rangkap jabatan.
Dari 11 OPD yang selama ini tanpa kepala dinas yang definitif, prioritas pengisian kursi selain Staf Ahli Bupati adalah Dinas Arsip dan Perpustakaan. Adapun pengisian di Disdikpora (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga) tergolong sudah pas.
Kalau yang di Disparbud (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan) bisa jadi Karawang sedang butuh penanganan kepariwisataan maupun pengelolaan kelestarian kebudayaan lebih awal di era pemerintahan Aep-Maslani ini. Begitu pula pengisian pejabat definitif di kursi Asda 1.
OPD lainnya, Dinsos (Dinas Sosial) yang fokus urusan bidang sosial, Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) yang mengelola pendapatan daerah, termasuk BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia) serta Dinas PRKP (Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman), yang ini bisa jadi belum dianggap krusial untuk diisi pimpinan yang definitif (?).
Kalau pun hal sama terjadi pada Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil), namun untuk pengisiannya masih bisa dimakhlumi, karena prosesnya terbilang panjang dengan mengharuskan ada pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri.
Hal lain yang bisa dimafhum adalah keterbatasan personal pejabat eselon II di lingkungan Pemkab Karawang. Hanya saja, benarkah di antara yang didahulukan itu memang lebih dibutuhkan?
Lantas, kenapa tidak mengedepankan promosi jabatan dari eselon III menjadi eselon II guna memenuhi kebutuhan itu? Atau adakah dari mendahulukan ‘tukar kursi’ di awal kebijakan mutasi/rotasi di antara pejabat eselon II saat ini lebih ke arah ‘reward’ dan ‘punishment’ politik paska Pilkada 2024? (*/tik)