KARAWANG, TAKtik – Salah seorang dari tim pendukung Aep Syaepuloh-Maslani di Pilkada 2024, yakni Ricky Mulyana atau nama panggilan akrabnya Joya, menyayangkan bahwa di era pemerintahan sekarang di Karawang tidak ada kekuatan ‘oposisi’ alias penyeimbang.
“Tatkala yang menjalankan pemerintahan tanpa ada yang mengingatkan, ini bahaya. Ketika terjadi otopilot, itu berpotensi otoriter. Saya melihat secara dukungan parpol (di legislatif), terutama setelah Bupati Aep masuk Gerindra, komposisinya menguat. Kalau sudah begini, lalu siapa yang berani mengontrol kebijakannya,” ujar Joya saat bertandang ke Press Room di Gedung DPRD Karawang, Senin siang (21/7/2025).
Sang Direktur Eksekutif Karawang Budgeting Control (KBC) ini menegaskan, alasan tersebut yang kemudian ia mengikrarkan diri kembali ke habitatnya sebagai civil sociaty untuk menjadi kekuatan penyeimbang dari kebijakan-kebijakan bupati atau Pemkab Karawang.
“Saya yakin masyarakat kita bukan tidak berani bersuara. Namun karena salurannya tersendat akibat terlalu rapat yang menjaganya (pendukung). Sementara ya itu tadi, kekuatan penyeimbang sangat minim. Media pun yang diharapkan menjadi kekuatan ke-4 demokrasi juga masih sedikit,” ungkap Joya.
Stempel orang kecewa karena tidak kebagian ‘kue’ bagi yang tiba-tiba kritis terhadap penguasa dukungannya, Joya menyadari dan memahami itu. “Publik juga tahu ko, dari dulu porsi saya ada di kekuatan penyeimbang. Adapun di pilkada kemarin saya memberikan dukungan ke pasangan Aep-Maslani, itu hak politik saya pribadi sebagai warga Negara. Tapi kan tidak lantas hak kritis saya harus lenyap,” tegasnya.
Di antara kebijakan Bupati Aep yang dikritisinya adalah proyek pemasangan u-ditch drainase di Jalan Arif Rahman Hakim (Jalan Niaga) yang dinilainya masih kokoh dan belum saatnya diganti. Menurut Joya, masih banyak PR Pemkab Karawang yang harusnya lebih diprioritaskan.
“Di kita kan masih banyak sekolah yang rusak. Contoh lain, kenapa mesti mendahulukan bikin videotron hingga seharga milyaran rupiah? Jangan juga proyek hanya terkesan berorientasi ‘balas jasa’ politik ke timses. Buat saya hal-hal begini patut kita kritisi, kita ingatkan. Bukan karena merasa sebagai pendukung malah diam. Sepanjang kritik itu konstruktif, berdasar, ya kenapa tidak?” tandas Joya. (tik)