KARAWANG, TAKtik – Persoalan PDAM Tirta Tarum makin pelik saat Raperda perubahan status perusahaan daerah ini bergulir. Keputusan Pansus DPRD menunda paripurna tak urung pula menyisakan pertanyaan terkait peran Badan Legislasi (Banleg) yang seharusnya jadi filter awal layak atau tidaknya raperda ini diarahkan ke pansus.
“Saya tidak tahu ketika Raperda Perubahan Status PDAM Menjadi Persero ujug-ujug masuk pansus. Seingat saya, saat draft raperda ini masuk Banleg dari eksekutif, pimpinan dewan meminta bupati untuk memperjelas dulu beberapa hal mengenai pengelolaan PDAM. Tanpa mengetahui persis perjalanan selanjutnya, ternyata Badan Musyawarah (Banmus) merekomendasikan pembentukan pansus. Dan saya termasuk diikutsertakan dalam pansus ini,” ungkap Saidah Anwar.
Ketika hasil pembahasan di tingkat pansus muncul beberapa persoalan krusial, Saidah sendiri mengakui, tidak sedikit di antara rekan-rekannya di pansus memilih sikap untuk diam sementara sebelum ada kejelasan lebih lanjut dari pihak Direksi PDAM Tirta Tarum maupun kekuatan cantolan hukum atau konsideran yang dipakai dasar merubah PDAM menjadi perseroan.
Menanggapi politisasi pengisian Dewan Pengawas, Saidah menilai wajar karena jabatan bupati selaku owner adalah jabatan politis. “Kalau bupati memang lebih memilih orang-orang politik pendukungnya, ya itulah dunia politik. Buat saya sih enggak aneh. Tinggal lihat saja bagaimana keberpihakan mereka terhadap kepentingan masyarakat. Bagaimanapun peran PDAM, ada fungsi melayani kebutuhan publik terkait penyediaan air bersih,” ujarnya. (tik)