KARAWANG, TAKtik – Raperda tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum PDAM Tirta Tarum Menjadi Perseroan Terbatas terindikasi berujung tidak tuntas. Kalaupun sampai diparipurnakan, saat itu pula raperda ini dicabut kembali pengesahannya.
Indikasi itu mengemuka di Panitia Khusus (Pansus) DPRD yang ditugaskan membahas produk hukum daerah tersebut makin bersilang pendapat terkait kelayakan status perusahaan milik Pemkab Karawang ini. Padahal sudah jelas dalam draft raperda arah perubahannya kepada Perseroan Terbatas (PT)
Pendapat yang muncul di antara yang setuju menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) mengemukakan, “Jika dipaksakan menjadi PT tanpa kajian menyeluruh, masyarakat bisa dirugikan. Karena komersialisasi air akan lebih jadi pertimbangan usaha selaku perusahaan berorientasi bisnis semata. Tugas DPRD selaku wakil rakyat ya gagal. Kami tidak mampu menempatkan air sebagai kebutuhan hajat hidup orang banyak yang wajib dilindungi Negara,” ujar anggota Pansus ini, Acep Suyatna.
Anggota Pansus dari fraksi PKS, Jajat Sudrajat, berpendapat lain. Menurutnya, raperda perubahan bentuk badan hukum PDAM Tirta Tarum menjadi PT adalah mengacu kepada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Sehingga ketika telah dipansuskan, konsekwensinya harus tuntas. Apakah berujung ditolak atau diterima, menurutnya, itu nanti menjadi keputusan bersama di lembaga DPRD melalui rapat paripurna.
Sama halnya bagi Fajar yang anggota pansus dari Fraksi PDIP tidak terlalu mempermasalahkan status mana yang lebih layak buat PDAM Tirta Tarum. “Berubah menjadi Perumda maupun PT sama saja, asalkan dikelola oleh SDM yang tepat. Apa yang diajukan eksekutif kearah PT, hemat saya lebih baik disahkan terlebih dahulu. Setelah itu, jika PT dianggap mayoritas teman-teman di DPRD kurang tepat, ya kan perda ini bisa langsung dicabut lagi,” ujarnya.
Yang mengemuka di antara kalangan pemerhati legislatif berpendapat, munculnya silang pandangan di luar arah dari draft raperda tersebut lebih memperlihatkan ke publik bahwa fungsi Badan Legislasi (Banleg) DPRD Karawang mandul.
“Seharusnya keberadaan Banleg merupakan filter awal untuk menilai layak tidaknya setiap draft raperda dibawa ke tingkat Pansus. Ironis kalau kemudian raperda disahkan langsung dicabut lagi karena dinilai belum cukup alasan konsideran hukum maupun sisi lainnya. Sedangkan selama Pansus bekerja sudah menghabiskan anggaran,” sesal Ridwan Alamsyah. (tim/tik)