KARAWANG, TAKtik – Aking Saputra menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Karawang, Rabu (4/10/2017). Oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) ia didakwa dengan pasal berlapis. Yaitu, pasal 156 a huruf a Kitab Undang – undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penodaan Agama, pasal 28 ayat 2 Undang-Udang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain itu, dakwaan yang diarahkan ke Aking adalah pasal 45 A ayat 2 jo pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Elektronik jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan subsider pasal 156 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Usai pembacaan dakwaan, kuasa hukum Aking dari Kantor Hukum Admus Law Office, Adik Junjunan Said, meminta kepada majelis hakim untuk menangguhkan penahanan atas kliennya dengan alasan terdakwa sedang sakit.
Disampaikan pula oleh Aking, bahwa dirinya sedang sakit jantung, gangguan saraf di tangan, dan sulit tidur.
Menanggapi permohonan Aking tersebut, majelis hakim yang diketuai Surachmat akan mempelajari permintaan penangguhan penahanan terdakwa.
Di awal sidang perdana, dakwaan yang dibacakan JPU, Ermawan dan Wisnu menyebutkan, sekitar bulan April 2017 dan dalam waktu yang lain terdakwa secara berturut-turut melakukan perbuatan berlanjut dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok berdasarkan suku, agama dan ras.
Kemudian, sekitar 18 Mei terdakwa dengan menggunakan handphone kembali membuat status di akun facebook Aking Saputra berbunyi ” Kenapa ya anak-anak di Indonesia zaman sekarang banyak kelewatan bodohnya kalau bicara komunisme. Apakah anak zaman sekarang tahu bahwa banyak tokoh PKI adalah pemuka agama (tentunya mayoritas dari Islam). Kemudian terdakwa juga menulis status di akun facebooknya yang berbunyi, “Kitab sucinya mengajarkan kebencian, makian, ancaman siksa neraka pedih, pembunuhan, hukum potong tangan, hukum rajam sampai mati”.
Akibat status ini menimbulkan kegaduhan dan protes dari elemen masyarakat, terutama dari kalangan Ormas Islam. JPU menilai, perbuatan terdakwa terancam pidana dalam Pasal 45 A ayat 2 jo pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Elektronik jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan dakwaan primer pasal 156 a huruf a KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan subsider pasal 156 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP. (tim/tik)