KARAWANG, TAKtik – Memasuki tahun ketiga pemerintahan Cellica Nurrachadiana-Ahmad ‘Jimmy’ Zamakhsari pada tahun 2018, Pemkab Karawang akan mengejar target realisasi pembangunan sebagaimana janji politik pasangan bupati dan wakil bupati ini dengan mulai fokus mengalokasikan 70 persen anggaran belanja publik ke perbaikan infrastruktur.
“Terutama perbaikan jalan dan jembatan, kita batasi dengan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Minimal 70 persen fokus belanja kepada proyek-proyek yang telah masuk di RPJMD. Sisanya yang 30 persen adalah tambahan bagi proyek yang terlewatkan pada tahun anggaran sebelumnya. Karena kalau tidak fokus sesuai RPJMD sebagaimana janji politik bupati dan wakil bupati, kemampuan anggaran kita tetap kedodoran,” ungkap Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Teddy Ruspendi Sutisna, Selasa (31/10/2017).
Dia memperkirakan, jika semua sektor diprioritaskan tuntas pada satu tahun anggaran, kebutuhan biayanya tidak kurang dari Rp 50 triliun. Ditanya beban berat anggaran tersebut akibat pekerjaan rumah Pemkab Karawang yang terbiarkan terakumulasi, Teddy berkilah, bahwa fokus ke RPJMD merupakan tahapan realisasi janji politik lima tahunan. Pihaknya juga menargetkan, SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) di APBD Perubahan 2017 bisa ditekan di posisi 10 persen.
“Angka SiLPA 10 persen itu dari sisa tender yang tidak bisa diselesaikan akibat kondisi alam. Sisa di APBD Murni 2017 saja yang nyebrang ke perubahan ada 10 sampai 30 persen. Capaian anggarannya sekarang terus berjalan, terutama kaitan dengan sarana dan prasarana fisik. Karena kontraktualnya berakhir pada Desember 2017 ini, termasuk proyek Pemda II. Diupayakan tidak menggunakan 50 hari nyebrang biar mereka juga (pihak pelaksana proyek) tidak kena denda,” beber Teddy.
Mengenai rumusan RAPBD 2018 yang kini sedang dibahas bersama Badan Anggaran DPRD, Teddy katakan, semua SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), khususnya dinas teknis yang mengelola infrastruktur, telah diminta menurunkan pengajuan kebutuhan anggarannya di angka 20 persen dari kegiatan karena muncul defisit sekitar Rp 400-an miliar. “Kita buatkan kebijakan men-down-kan dulu 20 persen. Nyatanya Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) hanya bisa di angka 17 persen,” jelasnya lagi. (tik)