KARAWANG, TAKtik – Dengan kenaikan angka 8,71 persen upah buruh yang dianjurkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk tahun 2018, Upah Minimum Kabupaten (UMK) Karawang tetap berada di posisi termahal di Indonesia.
Hal itu dikatakan Kepala Disnakertrans Karawang, Ahmad Suroto, Selasa (7/11/2017). “Di daerah kita UMK 2018 bisa jadi tembus Rp 3,9 jutaan dari yang selama ini berlaku Rp 3,6 jutaan. Dari mana hitungan Menakertrans sampai muncul angka kenaikan 8,71 persen? Itu didasarkan data statistik inflasi antara September 2016 hingga September 2017 mencapai 3,72 persen, dan pertumbuhan ekonomi dari triwulan kedua 2016 sampai triwulan kedua 2018 hanya 4,99 persen,” kutifnya.
Seperti terbaca Suroto sebelumnya, kenaikan UMK berstandar 8,71 persen saja masih cukup berat bagi pelaku usaha industri, terutama sektor garmen, ritel, sepatu, dan sejenisnya. Oleh karenanya investor di bidang ini, Suroto akui, lebih memilih mengalihkan pabriknya ke daerah lain yang lebih terjangkau cost investasinya. Data yang dimilikinya, selama Januari sampai September 2017 telah ada 12 ribuan buruh di Karawang terpaksa terkena PHK massal akibat pabrik tempat mereka bekerja tutup permanen.
“Dan selama tiga bulan terakhir (Oktober-Desember 2017), angka korban PHK masih cukup berpotensi terus bertambah seiring dipindahkannya pabrik mereka dari Karawang. Rabu ini (8/11/2017) kita akan bahas di Dewan Pengupahan. Untuk sektor-sektornya, belum dulu. Tapi sebagai perbandingan saja dengan tahun sebelumnya, kenaikan upah terendah di sektor 8,5 persen dan tertinggi 9,5 persen. Dimana kala itu pula, kenaikan UMK-nya 8,25 persen,” beber Suroto.
Sebelumnya, Sekda Teddy Ruspendi Sutisna mengatakan, daerah alternatif yang diincar investor sebagai pengganti Karawang di antaranya Majalengka, Garut, serta beberapa daerah lainnya di Jawa. Kalaupun ada yang hengkang dari bumi Indonesia, sekda ketahui, mereka memilih Vietnam. “Yang investasinya di Karawang ditarik keluar dari negera kita sih memang belum seberapa. Saya sih berharap lebih baik buruh di kita realistis saja. Buat apa upah tinggi tapi tidak bisa dilaksanakan atau ditangguhkan atau bahkan malah melahirkan PHK massal baru?” ujarnya. (tik)