KARAWANG, TAKtik – Selama tahun 2017 saja ada 43 kasus TKI asal Karawang yang bermasalah di negara mereka bekerja. Ketidak mampuan Pemerintah Daerah di sini dalam membantu menyelesaikan kasus-kasus yang menimpa warganya tersebut, salah satunya tidak pernah memiliki anggaran khusus terkait hal ini.
Bahkan di APBD murni 2018, diakui Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), Ahmad Suroto, Karawang juga belum menyiapkan anggaran penanganan TKI bermasalah. Baru setelah Bupati Cellica Nurrachadiana ‘tersadarkan’ oleh kasus yang menimpa Sarah (50), buruh migran asal Kampung Langseb, Desa Kutaharja, Kecamatan Pedes, yang bekerja di Saudi Arabia, Cellica meminta Disnakertrans mengajukan anggaran ini pada RAPBD Perubahan 2018 mendatang.
“Dari instruksi Ibu Bupati itu, ya kita akan mengajukan kebutuhan anggaran penanganan TKI ini. Besarnya paling minim sekitar Rp 600 jutaan. Hitungannya cukup buat 10 orang dengan kebutuhan Rp 60 juta per orang dari proses penanganannya. Langkah antisipatifnya ya segini,” kata Suroto kepada para awak media di kantornya, Rabu (24/1/2018).
Angka kebutuhan yang akan disiapkan dinasnya itu, Suroto tidak pungkiri, belum mencukupi secara maksimal. Namun demikian, back up pembiayaan dari APBN setiap kali penanganan kasus-kasus TKI di level daerah, diharapkannya, ada. Artinya, tidak sebatas pada upaya yang selama ini dilakukan Pemerintah Pusat sendiri.
“Langkah lain untuk meminimalisir TKI yang bermasalah, kita telah siap membuka Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam hal penempatan dan perlindungan TKI warga Kabupaten Karawang. Insha Allah kita mulai terhitung tanggal 14 Pebruari 2018. Di pelayanan terpadu ini di dalamnya melibatkan unsur kepolisian dari Polres setempat, Dinas Kesehatan, hingga Kantor Imigrasi,” jelas Suroto. (tim/tik)