ULASAN TAKtik – Apabila perubahan status RSUD Karawang jadi dilakukan bersamaan pelaksanaan mutasi yang kabarnya akan digelar Jum’at (2/2/2018), sudah bisa dipastikan keberadaan Asep Hidayat Lukman di kursi direktur utama rumah sakit plat merah ini berakhir.
Karena status baru RSUD harus di bawah Dinas Kesehatan dengan pengisi kursi direkturnya adalah pegawai fungsional yang diberikan tugas tambahan. Kendati disiplin ilmunya dokter, namun pangkat yang selama ini dimiliki Asep Hidayat Lukman merupakan pejabat struktural eselon II atau setingkat kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Hal cukup menarik, ada bocoran informasi di kalangan praktisi politik barisan pendukung Cellica Nurrachadiana saat di Pilkada 2015, bahwa nama Asep Hidayat Lukman disebut-sebut termasuk dari kalangan pejabat di lingkungan Pemkab Karawang yang bakal terkena mutasi saat ini. Jika pun perubahan status RSUD belum jadi dilaksanakan sekarang.
Calon penggantinya, dari kabar tersebut, adalah tukar kursi dengan Yuska Yasin yang kini memimpin Dinas Kesehatan. Alasan pertimbangannya, hanya sementara sambil menunggu Perpres atas amanat Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah yang menjadi dasar perubahan status RSUD. Kendati tidak menyebut tukar kursi, Bupati Cellica Nurrachadiana sempat mengamini bakal digantinya Dirut RSUD tersebut di hadapan awak media di kantornya, Jum’at (26/1/2018).
Lantas, bagaimana nasib pejabat bereselon II itu apabila belum lama duduk di kursi Dirut RSUD kemudian rumah sakit ini telah tiba waktu berubah status? Ini pun jika kabar tukar kursi benar terjadi. Begitu halnya saat Cellica mengambil kebijakan tetap mempertahankan Asep Hidayat Lukman di posisinya. Karena untuk merotasi kembali dalam rentan waktu cepat paska mutasi sebelumnya dengan kursi setarap yang terbatas di SKPD, mungkinkah?
Sinyal lain yang sempat didengar TAKtik di kalangan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan), disaat perubahan status RSUD terjadi di tengah kursi dirut-nya dijabat oleh pejabat struktural eselon II, maka pejabat bersangkutan bisa dimungkinkan non job. Karena untuk ditempatkan sebagai staf ahli bupati pun sudah penuh.
Sebelumnya, Sekda Teddy Rusfendi Sutisna menyebut, dari delapan orang kepala SKPD yang terancam jabatannya diturunkan atau minimal terkena mutasi, di antaranya adalah Dinas Kesehatan. Menurutnya, ini berdasar dari laporan realisasi anggaran dan kegiatan tahun anggaran 2017 yang telah dievaluasi pada tanggal 2 Januari 2018.
Kesimpulannya kala itu, ada delapan SKPD yang realisasi penyerapan anggarannya di bawah 80 persen, sehingga harus diingatkan keras. Teddy akui, rendahnya penyerapan anggaran kebanyakan bermuara pada SKPD yang memperoleh DAK (Dana Alokasi Khusus). “Ternyata mekanisme DAK untuk triwulan ketiga dan keempat tidak bisa dicairkan. Ini karena keterlambatan pelaporan dari kontrak kita,” katanya. (tik)