KARAWANG, TAKtik – Proses hukum yang dijalani tersangka Sinta, sang ibu balita Calista, yang kini masih ditangani tim penyidik Polres Karawang, dinilai oleh psikolog dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) setempat, Cempaka Putrie Dimala, bisa jadi proses pembelajaran.
“Proses hukum terhadap kasus ini harus terus berlanjut. Karena justru bisa berbuah positif. Penjara, itu membuat dia matang secara emosi. Dengan catatan, kalau dia berusaha berpikir. Sempat kami menduga Sinta terkena pospartum depression. Namun usai diobservasi, ternyata tidak. Kami juga tidak menemukan gangguan psikologis parah. Sinta tetap normal,” ungkap Cempaka kepada para awak media, Kamis siang (29/3/2018).
Hanya saja, dari hasil observasi tersebut ditemukan kesimpulan bahwa emosi dan kecerdasan Sinta tidak matang. Bahkan, selain konsep dirinya rendah, yang bersangkutan juga haus afeksi (kasih sayang). Cempaka katakan, pengaruh masa kecil Sinta tergolong tragis. Dari 10 orang adik kakaknya, hanya dia yang tidak merasakan asuhan orang tuanya.
“Sejak kecil Sinta hidup bersama nenek dan kerabatnya. Sehingga merasa diasingkan. Hubungan dengan keluarga intinya terputus. Kasih sayang berupa perhatian sebagaimana normalnya orang tua maupun saudara-saudaranya itu tidak dirasakannya. Berawal dari sini Sinta menjadi lemah kemampuan pengendalian emosinya, tanpa terkecuali kepada anak kandungnya sendiri,” beber Cempaka.
Didapat dari pengakuan Sinta, kutif Cempaka, tersangka yang kini telah menjadi perhatian banyak kalangan ini tidak merasa punya niatan untuk melakukan tindak kekerasan terhadap darah dagingnya sendiri, apalagi sampai membunuhnya. Di luar kesadaran, sebut Cempaka lagi, Calista sang buah hatinya sampai terkapar tak sadarkan diri selama 15 hari hingga berujung maut. Alhasil, Sinta pun kini harus berhadapan dengan hukum. (tim/tik)