KARAWANG, TAKtik – Aktivis anti korupsi, Asep Toha, ikut prihatin tatkala pendapatan kas daerah Karawang tahun anggaran 2017 dinyatakan nyaris kolaps, seperti diungkapkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) setempat melalui TAKtik.co.id.
“Dalam LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) Bupati Tahun Anggaran 2017 di hadapan rapat paripurna DPRD, 21 Maret 2018, disebutkan bahwa APBD tahun itu di posisi Rp 3,988 triliun. Dari angka itu, sumber PAD-nya (Pendapatan Asli Daerah) hanya terealisasi Rp 1,227 triliun dari yang direncanakan Rp 1,485 triliun,” kutif Asep Toha atau biasa akrab disapa Asto.
Sedangkan ia baca di APBD Karawang 2018, PAD ditargetkan Rp 1,032 triliun dari total yang dibukukan APBD tahun ini Rp 4,094 triliun. Pertanyaannya, apakah karena DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) lebih diandalkan? Ia juga heran, ketika PAD turun, kenapa pemkab di sini bisa merencanakan APBD naik?
“Dari sini saja sudah terlhat ketidakprofesionalan TAPD dalam menyusun anggaran. Anehnya, kenapa DPRD menerima dengan disahkannya Perda APBD 2018? Ingat, sekarang ada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.07/2017 tentang konversi penyaluran DAU dan Dana Bagi Hasil (DBH) dalam bentuk non tunai. Artinya, masuk dalam kategori Surat Berharga Negara (SBN),” ungkap Asto.
Adanya PMK tersebut, Asto ingatkan, transfer DAU maupun DBH ke setiap daerah tidak lagi seperti dulu. Sehingga kini menjadi utang daerah. “Tujuan dari PMK itu agar setiap pemerintah daerah lebih berpikir dewasa dalam penyusunan APBD, terutama dari sisi filosofisnya. Sebab arah otonomi daerah adalah memandirikan daerah itu sendiri. Tidak sekadar bisa menghabiskan anggaran, namun dituntut pula menggali potensi kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Dengan SBN, diingatkannya lagi, pemerintah daerah dituntut mempersiapkan diri untuk melunasi utang secara tunai yang akan ditagih pemerintah pusat pada saat jatuh tempo, atau sebelum jatuh tempo (early redemption). Tandas dia, jangan heran ketika kemampuan daerah dalam meningkatkan PAD masih seperti sekarang, APBD-nya ke depan makin kecil.
“Sejak dulu saya sudah memberikan masukan ke Pemkab Karawang mengenai potensi migas yang dimiliki daerah ini. Nyatanya, sampai sekarang tetap belum direspon serius. Padahal kalau kita belajar ke daerah lain penghasil migas, seperti Kutai Kertanegara, Bontang, Siak, dan lainnya, mereka daerah kecil tapi cerdas mengolah potensinya hingga pendapatan perkapitanya (PRDB) Rp 368 juta per tahun. Sementara Karawang hanya Rp 28,972 juta per tahun,” heran Asto.
Saran lainnya, Bupati Cellica Nurrachadiana harus menempatkan orang yang profesional di Bappeda dan Bapenda agar ada keseimbangan antara perencanaan dengan pendapatan. “Bappeda melakukan kajian dan riset tentang bagaimana dan apa saja yang bisa mendongkrak PAD, sementara Bapenda sebagai eksekutornya. Karawang mesti dikelola orang-orang profesional di bidang ekonomi maupun manajemen. Jangan cuma cerdas pemenangan politik saja,” sentilnya. (tik)