KARAWANG, TAKtik – Jebloknya pendapatan kas daerah Karawang pada tahun anggaran 2017, diyakini aktivis anti korupsi Asep Toha, akan kembali terulang apabila pemangku kebijakan di pemerintahan daerah ini tetap kurang fokus terhadap tujuan pembangunan dalam memaknai otonomi daerah.
“Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 sudah jelas menyebutkan, bahwa perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur. Penekanan perencanannya dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah. Ini filosofi yang harus ditancapkan bagi pemerintahan daerah. Sehingga pemikiran mereka seharusnya 65 persen dihabiskan pada bagaimana mengoptimalkan potensi yang dimiliki,” kata Asep Toha yang biasa akrab disapa Asto.
IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Karawang, diketahuinya, masih di posisi 16 dari 27 Provinsi di Jawa Barat. Kalah oleh Purwakarta, Sumedang, Ciamis, dan Bogor. Padahal untuk menggerakan seluruh indeks pembangunan, menurutnya, Karawang memiliki sumber daya alam migas selain kawasan Industri dan lahan pertanian. Pada sisi lain, terkait fokus Bupati Cellica Nurrachadiana dalam mendongkrak IPM di sektor pendidikan dan kesehatan, Asto menilai, masih ada hal yang dilupakan.
“Memang betul, pendidikan dan kesehatan adalah indikator IPM. Namun bupati lupa, United Nations Development Programme (UNDP) menetapkan indiktor IPM atau Human Development Indeks (HDI) ada tiga. Yaitu, longevity (kesehatan), educational achievement (pendidikan), dan access to resource (ekonomi). Indikator ekonomi ini jangan lantas dienyahkan. Artinya, sehebat apapun kebijakan pendidikan dan kesehatan tanpa disentuh perbaikan ekonomi masyarakatnya, tetap saja implementasi di lapangan selalu muncul kendala,” sebut Asto.
Ia memberi contoh bagaimana Karawang dalam daftar penerima beras sejahtera (rastra) di Jawa Barat masuk urutan 14. Ini menunjukan, 6,33 persen masyarakatnya masih masuk kategori miskin. Berbeda dengan daerah yang bukan penghasil beras seperti Purwakarta dan Kabupaten Bandung hanya 5 dan 4,86 persen. Ini berarti, Asto menyimpulkan, RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Karawang Tahun 2016-2021 dengan visi Karawang yang mandiri, maju, adil, dan makmur, belum serius disentuh secara bertahap.
“Kapan lagi eksekutif dan legislatif di Karawang mau berpikir keras untuk menggali potensi sebesar-besarnya yang dimiliki daerahnya, baik dari sektor migas, perikanan, pertanian, kehutanan, maupun industri? Tiru bagaimana Kutai Kertanegara atau Bontang yang beberapa tahun lalu membuat kajian potensi daerahnya. Kini, mereka di sana menjadi daerah kaya dengan PRDB (Produk Domestik Regional Bruto) di atas Rp 150 juta per kapita per tahun. Sementara Karawang hanya Rp 28 juta per kapita per tahun,” beber Asto mengingatkan. (tik)