KARAWANG, TAKtik – Tingginya Upah Minimum Kabupaten (UMK) Karawang, kata Kepala Disnakertrans (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Ahmad Suroto, hanya dinikmati oleh buruh dari warga setempat sekitar 37 persen.
Itupun, Suroto menyebut, mayoritas tertampung di perusahaan padat karya yang kini sedang mengurangi karyawannya secara besar-besaran. “Dengan kebijakan pemkab yang meminta warga pendatang mengalihkan kependudukannya ke sini, bila melihat berdasarkan KTP, warga Karawang yang terserap industri mencapai 67 persen,” ungkapnya, Rabu sore (11/7/2018).
Lebih lanjut dikemukakan Suroto, data tahun 2016 terdapat 80 ribuan buruh yang bekerja di industri padat karya atau TSK (Tekstil, Sandang, Kulit) yang saat itu tersebar di lebih dari 60-an pabrik. Dari sejumlah itu, 90 persennya adalah warga Karawang. Seiring perjalanan waktu, Suroto bilang, setiap tahun pabrik-pabrik itu ‘lari’ ke daerah lain.
“Alasannya, seperti saya kemukakan sebelumnya, pihak perusahaan tidak kuat lagi dengan beban UMK di Karawang yang terus meningkat. Terakhir, jumlah pabrik di sektor TSK tinggal 47 lagi. Pihak perusahaan memang tidak mengajukan penangguhan UMK, karena dari pihak prinsipalnya tidak membolehkan itu. Artinya, UMK mesti tetap dipenuhi. Di sisi lain, kemampuan finansial perusahaan sudah menyerah. Solusi yang mereka ambil, menutup pabrik atau memindahkannya ke daerah ber-UMK terjangkau,” tandas Suroto.
Untuk menengahi permasalahan ini, Suroto mengaku, telah menyiapkan surat permohonan pertimbangan kepada Menteri Tenaga Kerja RI agar ada kebijakan upah khusus bagi buruh yang bekerja di sektor TSK. “Paling lambat surat ini kami sampaikan ke Pak Menteri pekan depan. Kami tidak ingin korban PHK terus berlanjut,” jelasnya lagi. (tik)