KARAWANG, TAKtik – BPJS Kesehatan menjamin, bunga pinjaman dari bank untuk menanggulangi sementara cash flow rumah sakit mitranya sebelum klaim pelayanan pasiennya dibayar, tidak akan merugikan pihak rumah sakit itu sendiri.
“Karena setiap keterlambatan kami membayar klaim ke rumah sakit pelayanan BPJS Kesehatan, ada bunga keterlambatan yang dikenakan kepada kami. Per bulannya 1 persen. Sedangkan bunga di bank antara 8 sampai 10 persen per tahun,” ujar Kepala Cabang BPJS Kesehatan Karawang, Unting Patri Wicaksono Pribadi, Kamis siang (10/1/2019).
Oleh sebab itu, kata dia, bila rumah sakit memanfaatkan supply chain financing melalui bank mitranya tetap terdapat selisih surplus ketika muncul beban bunga yang harus ditanggung. Dia juga mengklaim, selama ini untuk rumah sakit swasta tidak pernah ada masalah saat menggunakan jasa perbankan (supply chain financing) dalam menanggulangi kontinuitas keuangannya (cash flow).
Sedangkan tunggakan BPJS Kesehatan terhadap rumah sakit di Karawang, Unting akui, hampir merata di 18 rumah sakit. Hanya ia enggan nenyebutkan nominal rupiah dari tunggakannya itu. Berbeda dengan tagihan pihaknya ke 94 ribu peserta JKN BPJS Mandiri (yang di luar tanggungan pemerintah), dikemukakannya, hingga kini mencapai Rp 90 miliar.
Tidak dipungkiri kalangan rumah sakit, bahwa beban bunga bank dari supply chain financing memang ada surplus 0,3 persen. Namun dengan dana talangan pihak perbankan tersebut, seperti dikemukakan Dirut RSIK Agus M. Sukandar, seringkali terkendala oleh tidak seluruhnya terpenuhi sebagaimana nilai total klaim ke BPJS Kesehatan.
“Ini karena pembayaran tagihan kami dicicil. Solusi terbaik, semestinya yang meminta dana talangan ke perbankan itu langsung oleh pihak BPJS Kesehatan. Ketika bank mencairkan, uangnya langsung dibayarkan ke kami. Dengan demikian, cash flow rumah sakit untuk memenuhi keberlangsungan kebutuhan penanganan pasien tidak terkendala,” ujar Agus. (tik)