KARAWANG, TAKtik – Pemkab Karawang tidak akan mampu memberikan honor kepada para guru non PNS dengan besaran sesuai gaji yang diterima Aparatur Sipil Negara (ASN) golongan III/a. Hal ini apabila keberadaan kalangan guru tersebut masuk dalam Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau P3K.
Hal itu dikatakan Ketua PGRI Karawang, Nandang Mulyana, Minggu (3/2/2019). “Guru itu profesi, bukan pekerja. Makanya kami melalui PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) menggugat Pasal 94 Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi. Karena pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,” ungkapnya.
Lebih lanjut Nandang kemukakan, di Pasal 94 Undang-Undang ASN memposisikan guru non PNS sebagai P3K. Di sisi lain, honorariumnya dibebankan kepada pemerintah daerah dengan standar minimum ASN golongan III/a yang gajinya di atas Rp 3 juta. Oleh karenanya, Nandang pesimis, APBD Karawang tidak akan sanggup memberikan honor sebesar itu. “Guru non PNS lebih layak diangkat seluruhnya menjadi CPNS, kendati dilakukan secara bertahap,” tandasnya.
Selama ini, diakuinya, honorarium guru non PNS, baik yang masuk kategori II (K2) sebanyak 1.472 orang maupun di luar K2 sejumlah 5.240 orang, menjadi tanggungan pemerintah daerah. Pemkab Karawang sendiri melalui numenklatur PPMS (Peningkatan Mutu Manajemen Sekolah) pada APBD tahun anggaran 2019 telah menaikan honorarium mereka Rp 200 ribuan per orang setiap bulan. Dari sebelumnya Rp 700 ribu yang telah mengabdi 10 hingga 15 tahun ke atas menjadi Rp 900 ribuan.
Sedangkan yang 10 tahun ke bawah, mulai tahun 2019 bakal menerima honor Rp 600 ribuan dari sebelumnya hanya Rp 400 ribuan. "Dengan kenaikan Rp 200 ribuan saja, ploting di APBD kita untuk memenuhi kebutuhan ini sampai di atas Rp 50 miliar. Bayangkan bila pemerintah pusat meminta daerah menghonor mereka berdasarkan standar ASN golongan III/a. Mampukah? Solusi terbaiknya, sudah saatnya pemerintah mengangkat mereka menjadi ASN atau PNS. Itu baru clear,” tegasnya. (tik)