KARAWANG, TAKtik – Gas ekses CO2 dari proses produksi pabrik Kujang 1A dan 1B bakal diolah dan diproduksi oleh PT Pupuk Kujang menjadi produk CO2 cair yang berguna bagi segala industri.
Menurut General Manager Produksi Pupuk Kujang Arifianto, anak perusahaan dari PT Pupuk Indonesia (Persero) ini mengembangkan usaha dan bisnisnya tersebut untuk memenuhi kebutuhan CO2 murni di Indonesia yang mencapai 250 ton per hari.
Pihaknya memastikan, CO2 cair yang dihasilkan Pupuk Kujang lebih murah dibandingkan produk sejenis lainnya. Alasannya, pemanfaatan limbah gas ekses CO2 pabrik Kujang 1A dan 1B akan menekan harga bahan baku. “Selama ini C02 murni yang ada masih menggunakan bahan baku dari minyak bumi, sehingga harganya mahal,” ungkapnya.
Selain itu, pabrik CO2 murni yang digarap Pupuk Kujang dengan nilai investasi sekitar Rp 106 miliar memiliki kapasitas produksi ±50.000 MTPY (metrik ton per tahun). Kemurnian CO2 cair yang dihasilkan, diklaim bisa mencapai 99,99 persen. Ini karena teknologi yang digunakan, Arifianto menyebut, milik Union Engineering.
Pembangunan pabriknya dimulai Rabu (17/7/2019), Pupuk Kujang menggandeng PT Rekayasa Industri sebagai kontraktor utama bersama beberapa subkontraktor lainnya. Pabrik ini, dikemukakan pula oleh Direktur Teknik dan Pengembangan Pupuk Kujang Hanggara Patriatna, ditargetkan rampung dan mulai beroperasi awal tahun 2020.
Sedangkan pasar hasil produksinya kelak, Pupuk Kujang sudah mulai mendapat pesanan dari beberapa perusahaan yang siap membeli. Di antaranya, PT Aneka Gas dan PT Purna Buana Yudha. Masing-masing kapasitas yang mereka butuhkan, kata Hanggara, sebesar 20.000 MTPY. Sisanya akan dijual oleh bagian pemasaran Pupuk Kujang.
“Produk CO2 murni standard food grade ini sangat diperlukan oleh berbagai jenis industri. Misalnya, industri makanan-minuman. Yaitu digunakan untuk pembuatan minuman berkarbonasi, pengawetan makanan, serta perikanan dengan dry ice, pemutihan gula, pembuatan rokok. CO2 murni juga bisa digunakan dalam industri manufacture pengelasan, pemutihan kertas, fumigasi pada sektor pertanian atau secondary oil recovery,” beber Hanggara. (rls/tik)