KARAWANG, TAKtik – Politisi senior Karawang, H. Endi Warhendi, meyakini jika sistem pemilu tertutup mulai diberlakukan pada Pemilu 2024, maka bakal muncul reaksi politik di kalangan kader parpol, terutama dari barisan pendukung yang ikut nyalon anggota legislatif.
“Dari sekarang saja sudah terdengar riak kecil dari dinamika penempatan nomor bacaleg. Kendati belum tertengar santer, mungkin saja mereka masih wait and see. Apabila pimpinan parpol tidak peka, disiplin pada aturan main di internalnya masing-masing, serta obyektif menempatkan kader maupun pendatang baru, ini cukup riskan muncul masalah baru,” ujar Endi kepada TAKtik, Rabu petang (24/5/2023).
Lebih lanjut diingatkannya, apabila parpol peserta pemilu, terutama di luar parpol baru, tidak transparan dalam menempatkan nomor urut bacaleg hingga ditetapkan jadi caleg, apa yang dikhawatirkannya terjadi. Kendati jika alasan pemilu tertutup guna menghindari pragmatisme parpol dalam merekrut bacaleg, Endi berpendapat, realitas di lapangan sama saja.
“Selama parpol masih merekrut yang pragmatis atau yang instan, apa bedanya antara terbuka dan tertutup? Sedangkan parpol itu sebenarnya butuh kaderisasi hingga terciptanya loyalis partai dalam memperjuangkan cita-cita atau target politik. Jika sekadar uang yang jadi pertimbangan merekrut kader instan atau sebatas pragmatisme dalam menempatkan nomor strategis di pemilu, apalagi jadi pemilu sistem tertutup, ya pasti polemik akan ada. Dan jangan heran, loncat pagar sudah dianggap biasa,” wanti-wanti Endi.
Oleh karenanya, mantan politisi Golkar yang sempat duduk di DPRD Karawang dan DPRD Jawa Barat ini lebih sepakat sistem pemilu pada tahun 2024 tetap dipertahankan terbuka. Selain lebih fair, juga bisa meminimalisir polemik. “Asasi demokrasi itu kekuasaan ada di tangan rakyat. Artinya, semua ketentuan peraturan yang dibuat terkait dengan itu (pemilu) harus seobyektif mungkin, mendekati kekuasaan rakyat. Kalau dijauhkan dari itu berarti asasi demokrasi tidak tercapai, jauh,” tandasnya. (tik)