KARAWANG, TAKtik – Mantan Asda I Setda Karawang, Saleh Effendi, menyatakan bahwa kewenangan kepala daerah di masa sebelum tahun 2010 masih terbatas karena otonomi daerah belum sepenuhnya diberikan oleh pusat.
Hal itu dikatakan Saleh atau biasa akrab disapa Pepen menanggapi pernyataan pakar komunikasi lingkungan Unsika Eka Yusup mengenai Bupati Karawang belum ada yang bisa menangani banjir Karangligar sejak area pemukiman warga di desa ini diterjang banjir tahun 2007.
Menurut Pepen, di era bupati sebelum tahun 2010 itu tidak punya kewenangan penuh dalam mengelola keuangan daerah. Sehingga siapa pun kepala daerah kala itu sulit untuk membuat kebijakan karena otoritas yang belum utuh.
“Menilai kepemimpinan kepala daerah dalam menyikapi areal banjir Karangligar tidak bisa dilihat dari ‘seolah anggapan’ ketidak pedulian terhadap kondisi masyarakat di wilayah banjir rutin tahunan itu. Harusnya kita lihat secara obyektif berdasarkan kewenangan pada masanya,” ujar Saleh, Jum’at malam (5/1/2024).
Dijelaskannya lebih lanjut, di masa awal Karangligar terkepung banjir adalah masa di mana masih awal desentralisasi, dekonsentrasi dan azas medebewind (tugas pembantuan). Pada masa itu kewenangan kepala daerah sangat terbatas, termasuk menyangkut tata kelola sumber daya alam.
“Otonomi daerah pada periode pemerintahan daerah tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 diberlakukan separuh hati,” kata Pepen.
Baru pada periode 2010 hingga sekarang, sebut Pepen, otonomi daerah sudah masuk periode emas. Nampak terbuka dan jelas. Tandasnya, pusat telah menyerahkan otonomi daerah secara riil. Daerah lebih leluasa memanfaatkan APBD-nya.
“Makanya pada periode sekarang tidak ada alasan bagi pemerintah daerah tak punya anggaran untuk mengantisipasi keadaan darurat atau bencana. APBD Karawang tahun 2000 sampai tahun 2009 rata-rata hanya Rp 700 miliar hingga Rp 1,25 triliun. Sekarang sudah Rp 5,7 triliun,” pungkas Pepen. (rls/tik)