KARAWANG, TAKtik – Adakah yang salah dari kajian awal para pengusaha hotel yang membangun usahanya di Karawang? Karena tidak lama setelah hotel-hotel megah itu berdiri di daerah ini, pihak PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) menyebut, kemampuan okupansi hanya 30 sampai maksimal 40 persen dari kamar yang tersedia.
“Kajiannya sih tidak salah. Hanya ketika kajian dilakukan antara tahun 2010 hingga 2012. Di mana selama kurun waktu itu di Karawang cuma ada segelintir hotel. Itu pun mayoritas kelas melati. Artinya belum sebanding dengan pertumbuhan industrialisasi. Kalau saja ada hotel berbintang, diyakini tingkat okupansi atau tingkat hunian bisa di atas 90 persen,” ungkap Ketua PHRI Karawang, Gabryel Alexander, Rabu malam (9/8/2017).
Ditambah keberadaan wajib pajak dari kalangan pengusaha dan pekerja industri di Karawang, Gabryel katakan, mengalami peningkatan cukup berarti. Dan yang paling membuat pengusaha hotel tertarik mengembangkan investasinya di sini, sulit dipungkirinya, isu bakal dibangun pelabuhan di pantai utara Karawang maupun bandara di selatan Karawang menjadi magnet tersendiri.
“Dalam kondisi seperti sekarang yang ternyata masih jauh dari harapan para pengusaha hotel, sebaiknya Karawang mulai banyak menggelar event-event bertarap nasional bahkan internasional. Selain Pemkab Karawang mesti punya perhatian serius membangun destinasi wisata unggulan. Di mana alamnya sudah tersedia untuk itu,” urai Gabryel menawarkan solusi.
Ia yakin, jika okupansi hotel sudah sesuai target investasi, maka kontribusi terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah) bisa ikut terdongkrak. Mengutif data tahun 2016, Gabryel menyebut, PAD yang disumbang hotel di Karawang baru Rp 13 miliar. “Dari 2000 kamar yang tersedia di seluruh hotel yang ada di Karawang dengan rata-rata per kamar dipatok harga normal Rp 800 ribu per malam kali 10 persen buat PAD, seharusnya kas daerah kita bisa nambah Rp 160 juta per hari atau kurang lebih Rp 60 miliar per tahun,” paparnya.
Gabryel berharap, penderitaan hotel-hotel di Karawang segera direspon Bupati Cellica Nurrachadiana selaku pemilik kebijakan di daerah ini. Bagaimana caranya agar mereka bisa pulih. Ia memberi saran, bupati mengeluarkan himbauan kepada para ekspatriat di kawasan industri agar lebih memilih stay di sini. Ia yakin, jika saja dari 3000-an orang ekspatriat yang selama ini mendapatkan uang di Karawang dengan dibelanjakan sebagian kecilnya di Karawang pula, okupansi hotel bisa overload.
“Ekspatriat yang bekerja di Karawang kan mayoritas dari Jepang sampai 70 persen. Biasanya orang Jepang kalau sudah diajak pemerintah pasti manut. Selain Jepang, ekspatriat yang ada di kawasan industri Karawang 20 persennya berasal dari China. Dan 7 persennya dari Korea. Selebihnya datang dari India serta beberapa negara lainnya. Data ini kami peroleh dari Kantor Imigrasi maupun Disnakertrans kita di sini,” beber Gabryel. (tik)