KARAWANG, TAKtik – Banggar (Badan Anggaran) DPRD Karawang sepakat akan meminta alasan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah) terkait belum dicantumkannya proyeksi dana perimbangan dari Pemerintah Pusat pada DAK (Dana Alokasi Khusus).
“Seharusnya Cellica-Jimmy yang telah masuk tahun ketiga pemerintahannya sudah punya kemampuan menghitung proyeksi pendapatan dari semua sektor. Kalau begini, bisa jadi langkah mundur. Masa membuat proyeksi dana perimbangan berdasar asumsi tiga tahun ke belakang, di saat mereka baru menjabat?” sesal anggota Banggar, Asep Syaripudin.
Ia menilai, ini memperlihatkan pembuktian masih adanya kelemahan membangun komunikasi dengan Pemerintah Pusat, bahkan dengan Pemprov Jawa Barat. Sehingga Asep pun ragu mengenai kemampuan eksekutif di Karawang dalam memaksimalkan seluruh potensi PAD (Pendapatan Asli Daerah) sekalipun. Sinyal itu terbaca Asep dari pengakuan Ketua TAPD, Teddy Rusfendi Sutisna, bahwa berat kemampuan pemkab untuk menggenjot pendapatan.
Alhasil, Asep yang dari Fraksi Golkar ini juga merasa masih ragu di sektor belanja, termasuk penyediaan anggaran buat alokasi sarana keagamaan bisa muncul angka yang signifikan. Indikatornya sudah ia lihat dari belum adanya rupiah dari KUA-PPAS Tahun Anggaran 2019 seperti nota pengantarnya Bupati Cellica Nurrachadiana yang disampaikan di hadapan rapat paripurna DPRD, 25 Juli 2018 lalu.
“Sebelumnya, dana hibah peruntukan sarana keagamaan obyeknya harus yang berbadan hukum. Sejak tahun anggaran 2018, syarat itu katanya dihilangkan lagi. Itu berarti, semestinya pihak eksekutif telah membuat perencanaan matang kalau mau digulirkan kembali di tahun anggaran 2019. Bukan justru di rencana belanja ada, tapi angka rupiahnya belum dimunculkan pada KUA-PPAS 2019. Atau memang ini bagian dari keraguan bupati yang erat kaitannya dengan kemampuan kas daerah kita kedepan?” sentil Asep.
Untuk mengurangi beban belanja, Asep yang mengaku telah diamanahkan fraksinya di Banggar, berencana akan meninjau ulang belanja rutin urusan umum pemerintahan di setiap SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Karena setiap kali pembahasan perencanaan anggaran, Asep menilai, belanja dinas yang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat itu cukup tinggi. “Sehingga tidak aneh di kala kita masuk ke pembahasan RAPBD, sering muncul defisit atau ketidakseimbangan antara kebutuhan belanja dengan proyeksi posisi kas daerah,” tandasnya. (tik)