KARAWANG, TAKtik – Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Karawang Wawan Setiawan akui, sampah rumah tangga yang masih menumpuk di beberapa titik, termasuk perkotaan, itu karena pihaknya baru punya kemampuan mengangkut 400 ton per hari dari 900 ton sampah yang dibuang warga setiap harinya.
“Kalau mengacu ke teori Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008, potensi per orang buang sampah antara 0,8 sampai 0,7 kilogram per hari. Anggaplah yang buang sampah itu rata-rata 0,4 kilogram, kali 2,2 juta penduduk Karawang, berarti sudah sekitar 880 bahkan 900-an ton per hari sampah menumpuk,” jelas Wawan saat menggelar refleksi akhir tahun bersama sejumlah awak media, Jumat (27/12/2019).
Sedangkan kemampuan DLHK dengan 63 truk angkutan sampah yang dimiliki, Wawan tidak pungkiri, cuma bisa menarik 400-an ton per hari ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Jalupang. “Idealnya, tahun 2017 saja hasil kajian ITB Karawang mesti punya 125 truk angkutan sampah. Bisa saja kita cicil beli 10 truk setiap tahun, tapi problemnya TPA Jalupang seluas 8 hektaran gak mampu menampung,” ungkapnya.
Menghadapi problem klasik tersebut, pihaknya di DLHK Karawang mengambil langkah strategis menggandeng investor swasta untuk mengelola sampah TPA Jalupang dengan RDF (Refuse Derived Fuel) menjadi bahan bakar alternatif pengganti batubara. Kalori yang dihasilkan dari RDF ini, Wawan ketahui, 47 dan masih setara batubara kelas II atau kelas III.
“Harga bahan bakar alternatif dari sampah ini juga lebih murah hanya Rp 700 per kilogram dibandingkan batubara seharga Rp 1.100 per kilogram. Pasarnya, di Karawang sendiri ada 32 perusahaan yang menggunakan boiler (ketel uap untuk tenaga gerak). Investor yang telah siap mengolah sampah di kita ini untuk sementara akan mencoba membangun satu line dulu dengan nilai investasi 5 juta US dollar mulai tahun 2020,” beber Wawan.
Kapasitas produksi RDF, sambungnya, 600 ton. Di antaranya, 400 ton sampah basah yang baru diangkut, 200 tonnya dari sampah pasif (yang sudah lama menumpuk di TPA Jalupang). Bahkan kutif Wawan, sampah yang ada sekarang di Jalupang dianggap oleh investor masih kurang tatkala produksi RDF sudah berjalan. (tik)