KARAWANG, TAKtik – Menanggapi reaksi keras aktivis lingkungan dari FORDAS CILAMAYA BERBUNGA terkait memburuknya kembali air Sungai Cilamaya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Karawang, Wawan Setiawan, menyatakan bahwa kewenangan terhadap penanganan sungai ini ada di Pemprov Jawa Barat.
“Dari 20 pabrik yang diduga mencemari Sungai Cilamaya, hanya ada dua pabrik yang di Jatisari, Karawang. Selebihnya, 12 pabrik di Purwakarta dan 6 pabrik di Subang. Sedangkan panjang Sungai Cilamaya yang masuk wilayah Kabupaten Karawang sekitar 30 KM. Tapi memang dampak dari pencemaran bermuara di wilayah kita,” jelas Wawan, Selasa sore (15/8/2023).
Dampak buruk tersebut, Wawan akui, selain terhadap kesehatan manusia, dalam jangka panjang bisa merusak area pertanian teknis. Di mana terdapat 700 hektar sawah yang mengandalkan pengairannya dari Sungai Cilamaya.
“Saya sendiri sebenarnya sering mengontak rekan yang di DLHK Purwakarta terkait sumber pencemaran di wilayahnya. Kalau bicara IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), sebenarnya setiap pabrik punya. Dan pasti mereka (pabrik) melalui itu. Tapi kan kadang sering kucing-kucingan dengan kita. Karena hitungan teorinya, memaksimalkan IPAL mahal. Butuh 30 persen dari biaya produksi,” aku Wawan.
Dikatakannya pula, mengenai keberadaan satgas yang dipertanyakan Muslim Hapidz dari FORDAS CILAMAYA BERBUNGA, khusus yang di wilayah Kabupaten Karawang ada dan aktif. Bahkan pemprov sendiri, sepengetahuan Wawan, sudah di-SK-kan, ada honornya pula. “Kalau kemudian dipertanyakan, itu kan ranahnya provinsi,” jelasnya lagi.
Hapidz sendiri membantah kalau ada personil satgas yang dibentuk pemprov dari warga Cilamaya. Kalau pun ada, diketahuinya, itu dulu berdasar Keputusan Gubernur 614 Tahun 2020 yang ketua satgasnya gubernur sendiri. Dan wakil komandannya Bupati Purwakarta, Bupati Subang dan Bupati Karawang.
“Justru yang kami pertanyakan, sejak Keputusan Gubernur dinaikan posisi hukumnya menjadi Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2022, sampai hari ini tidak pernah ada. Padahal dari kebijakan pemprov ini adalah duplikasi dari program Citarum Harum. Maka itu, ini yang kemudian kami nyatakan bahwa Gubernur Ridwan Kamil hanya macan kertas. Aturan dibuat, realisasinya tak tampak,” tandas Hapidz. (tik)